Bom yang meledak di tengah keramaian pasar itu menewaskan sekurang-kurangnya 23 orang dan menyebabkan sedikitnya 35 orang luka-luka. Bulan lalu, terjadi serangan bom bunuh diri di luar pengadilan Islamabad. Serangan tersebut menewaskan 11 orang.
Serangan bom di pasar, di ibu kota Pakistan, tersebut menjadi pukulan berat bagi usaha untuk menegakkan perdamaian yang sejak Februari lalu dilakukan oleh pemerintah pimpinan PM Nawaz Sharif dan Taliban. Perundingan dilakukan di Waziristan Utara, sebuah wilayah yang dekat dengan perbatasan Afganistan.
Selain meredupkan usaha perdamaian, serangan bom tersebut juga mempertegas pendapat selama ini bahwa persoalan utama yang dihadapi Pakistan adalah masalah terorisme. Menurut CSS Forum, Civil Service of Pakistan, terorisme/pelanggaran kedaulatan menempati urutan pertama dari 10 problem paling penting Pakistan. Urutan kedua adalah intoleransi agama. Setelah itu baru masalah kekurangan air, inflasi, korupsi yang merajalela, disharmoni antarprovinsi, keuangan, pengangguran, pendidikan rendah, dan lemahnya kebijakan luar negeri.
Sangat masuk akal kalau terorisme menempati urutan pertama dalam daftar masalah paling penting, paling berat. Paling tidak hal tersebut bisa dilihat dari begitu banyaknya korban jatuh, baik tewas maupun luka-luka. Sejak 2003 hingga April 2014, tercatat 51.626 orang tewas karena terorisme. Korban paling banyak adalah warga sipil, yakni mencapai 18.721 orang; 5.681 tentara; dan 27.224 teroris.
Masalah terorisme ini berdampak sangat buruk, tentunya, terhadap keamanan, perdamaian, dan kedamaian Pakistan. Ketiga hal tersebut—keamanan, perdamaian, dan kedamaian—merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya pembangunan. Bagaimana mungkin Pemerintah Pakistan dapat mengatasi sembilan persoalan lain kalau masalah pertama, terorisme, belum bisa diselesaikan. Rendahnya tingkat pendidikan warga, tingginya pengangguran, kemiskinan, dan tidak tercukupinya kebutuhan dasar rakyat akan menjadi lahan yang sangat subur bagi penyebarluasan terorisme.
Ada banyak analisis mengapa terorisme begitu sulit ditumpas di Pakistan. Selain masih kuatnya ikatan kesukuan dan etnis, banyaknya wilayah tak terjangkau, terutama yang berbatasan dengan Afganistan, juga diduga karena pihak militer "bermain ganda"; di satu sisi berperang menumpas terorisme, di sisi lain menjalin hubungan dengan mereka. Benarkah demikian? Terlepas benar tidaknya analisis itu, rekonsiliasi nasional antara kekuatan sipil dan militer yang belum tuntas perlu segera diselesaikan kalau ingin keluar dari jerat terorisme ini.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005973048
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar