Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 19 Juni 2014

TAJUK RENCANA: Pembangunan dan Lingkungan (Kompas)

BARACK Obama menegaskan perubahan iklim memang disebabkan kegiatan manusia dan berkomitmen untuk melakukan mitigasi dan adaptasi.
Pernyataan Presiden Amerika Serikat tersebut penting karena AS adalah negara maju pengemisi besar gas-gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Pernyataan Obama, yang mengulangi pernyataannya pada Februari lalu saat mengusulkan dana 1 miliar dollar AS untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim di AS, dianggap langkah maju.

Sikap AS itu diharapkan mempercepat negosiasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di bawah Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCC). Meski demikian, upaya tersebut masih menghadapi hambatan dari Kongres yang dikuasai Partai Republik. AS tidak bersedia menandatangani skema penurunan emisi oleh negara-negara industri yang tercantum dalam Protokol Kyoto tahun 1997. Negara industri lain yang juga tidak menandatangani adalah Jepang.

Bumi adalah sistem tertutup. Tidak ada yang dapat menghindari perubahan iklim. Ada bagian yang merasakan dampak langsung, ada yang tidak langsung.

Kawasan pantai dan pulau-pulau kecil pasti akan merasakan dampak langsung. Indonesia termasuk di dalamnya karena merupakan salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang dan belasan ribu pulau kecil. Muka laut diperkirakan akan naik satu meter pada akhir abad ini apabila semua negara tidak melakukan apa-apa.

Perubahan iklim akibat naiknya suhu muka Bumi juga menghadirkan penyakit baru ke daerah baru. Suhu yang lebih hangat, misalnya, membuat nyamuk dapat terbang ke daerah lebih tinggi dari biasanya di dataran rendah.

Lebih dari separuh wilayah Indonesia hingga pertengahan Juni ini, yang dalam pengalaman masa lalu memasuki musim kemarau, masih merasakan hujan. Perkiraan musim kemarau panjang El Nino, yang semula diperkirakan terjadi Oktober, melemah. Apakah hal itu dampak perubahan iklim, memerlukan penelitian mendalam.

Indonesia yang memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia mendapat sorotan masyarakat internasional karena hutannya rusak parah. Padahal, hutan paru-paru dunia yang menyerap gas rumah kaca karbon.

Tahun 2009 Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK 26 persen sampai tahun 2020 dari aras tahun 1990 dengan kemampuan yang ada. Jika negosiasi UNFCC memberi kemajuan dan negara maju lebih banyak membantu negara berkembang, penurunan emisi GRK akan lebih cepat dan perubahan iklim dapat dikendalikan.

Meski demikian, pemerintah tidak boleh semata-mata mengandalkan bantuan negara lain. Mengelola pembangunan berkelanjutan adalah kewajiban pemerintah.

Pemerintah mendatang harus mengajak semua pihak, pelaku bisnis dan masyarakat umum, bersama menyadari pembangunan berwawasan lingkungan adalah mutlak.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007314672
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger