Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 24 Juli 2014

TAJUK RENCANA: Perdamaian Bukan Sekadar Impian (Kompas)

APAKAH permusuhan, konflik, antara Israel dan Palestina, benar-benar tidak bisa diselesaikan, bahkan sampai akhir zaman?
Pertanyaan yang mengawali tulisan pendek ini tidak bisa ditahan lagi mengemuka setelah kita melihat perkembangan yang terjadi di Jalur Gaza sekarang ini. Jalur Gaza, yang selama ini dikenal sebagai "penjara terpanjang dan terbesar di dunia", tak ubahnya bagaikan ladang pembantaian.

Di tempat itu, orang-orang tak berdosa mati sia-sia. Di tempat itu, orangtua kehilangan anak, suami kehilangan istri, istri kehilangan suami, anak-anak kehilangan orangtua, adik kehilangan kakak, kakak kehilangan adik, kakek-nenek kehilangan cucu-cucu mereka. Hingga hari ini sudah 640 orang tewas: sekitar 75 persen di antaranya adalah rakyat sipil, orang-orang yang tidak bersenjata. Israel hanya kehilangan 15 orang.

Sampai kapan tragedi ini akan berlangsung? Pertanyaan itu sudah lama mengemuka dan nyaris tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan. Perdamaian seakan-akan memang menjauhi Tanah Palestina. Seakan-akan pula Tanah Palestina sejak semula telah dituliskan sebagai wilayah yang tidak pernah berkenalan dengan yang namanya perdamaian.

Pertanyaannya memang: bagaimana konflik Palestina-Israel dapat diselesaikan? Banyak rumusan perdamaian telah dibuat dalam berbagai perundingan. Akan tetapi, kiranya solusi dua negara adalah solusi yang paling masuk akal untuk saat ini. Mengapa paling masuk akal? Karena realitas yang kita saksikan sekarang ini adalah ada dua negara, Israel dan Palestina, meskipun kelengkapan Palestina sebagai negara belum sepenuhnya terwujud.

Sebenarnyalah solusi dua negara itu merupakan pelaksanaan Resolusi 181, 1947, yakni tentang pembagian Tanah Palestina sebagai dua negara, Arab dan Yahudi, dengan menjadikan Jerusalem sebagai kota internasional. Akan tetapi, keputusan Majelis Umum PBB itu ditolak negara-negara Arab. Sekarang ini, belum juga ada kesatuan pendapat tentang solusi dua negara karena dalam solusi itu kedua-duanya diharuskan saling mengakui keberadaan mereka sebagai negara bebas, merdeka, dan berdaulat serta bisa hidup berdampingan secara damai.

Masalah inilah yang belum bisa disepakati bersama. Israel tak mau mengakui Hamas dan sebaliknya Hamas tak mau mengakui Israel. Inilah tantangan dunia internasional, tantangan negara-negara—termasuk Indonesia—yang cinta damai.

Perdamaian memang tidak bisa diwujudkan jika tidak ada yang berani dan rela berkorban: mengorbankan kepentingan diri demi kepentingan bersama. Sebenarnyalah perdamaian bukan sekadar impian, karena memang sudah tertulis, ada saatnya perang dan ada saatnya damai.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007998819
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger