Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 03 Juli 2014

TAJUK RENCANA: Sulit Bentuk Pemerintah Baru Irak (Kompas)

KATA-kata bijak yang menyebutkan bahwa adanya musuh di depan mata akan menyatukan seluruh elemen bangsa tak terjadi di Irak.
Walaupun milisi koalisi Sunni, yang dimotori kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), sudah menduduki hampir semua wilayah perbatasan di bagian barat Irak, persatuan di antara rakyat Irak sulit dicapai.

Sidang pertama parlemen baru Irak yang dimaksudkan untuk membentuk pemerintahan baru negeri itu berakhir kacau. Terjadi interupsi, perang mulut, dan keluarnya sejumlah anggota parlemen kaum Sunni dari sidang. Sidang kemudian dihentikan sementara. Ketika sidang dimulai kembali, hanya 75 dari 255 anggota parlemen yang sebelumnya hadir masuk kembali ke ruang sidang.

Oleh karena yang hadir hanya 75 dari total 328 anggota parlemen, kuorum untuk memilih ketua parlemen tidak tercapai. Wakil Sunni dan Kurdi tidak mau bersidang kembali. Kegagalan memilih ketua parlemen itu fatal karena merupakan awal dari rangkaian langkah menuju pembentukan pemerintahan baru di Irak.

Pemilihan ketua parlemen itu penting karena setelah memilih ketuanya, parlemen akan segera memilih presiden. Dan, presiden akan meminta pemimpin kelompok terbesar di parlemen menjadi perdana menteri dan segera membentuk pemerintahan. Dalam perpolitikan di Irak, ada kesepakatan tak tertulis bahwa jabatan perdana menteri diduduki kaum Syiah, ketua parlemen diduduki kaum Sunni, dan presiden diduduki kaum Kurdi. Repotnya, kaum Sunni dan Kurdi tidak ingin PM Nouri al-Maliki dari kaum Syiah menjadi PM dalam pemerintahan yang baru. Padahal, PM Maliki yang meraih suara terbanyak dalam pemilihan umum April lalu tetap ingin menjabat sebagai PM.

Kepemimpinan di Irak berada di bawah tekanan yang sangat besar untuk menyatukan rakyat Irak guna bersama- sama menghadapi NIIS. Sayangnya, baik kaum Syiah, Sunni, maupun kelompok Kurdi sama sekali tidak menunjukkan keinginan untuk bersatu.

Misalnya, ketika sidang parlemen tengah membahas pemilihan ketua parlemen, anggota parlemen dari Kurdi, Najiba Najib, menginterupsi dan meminta pemerintah mengakhiri blokade serta membayarkan anggaran belanja untuk otonomi Kurdi yang ditahan. Interupsi itu langsung ditanggapi anggota parlemen dari Syiah, Kadhim al-Sayadi, dengan ancaman akan meremukkan kepala kaum Kurdi. Sejumlah anggota parlemen dari kaum Sunni keluar dari ruang sidang (walk out) sewaktu NIIS disebut.

Persatuan di antara rakyat Irak sangat vital bagi kelangsungan negara itu. Dikhawatirkan negara itu akan menghadapi perang saudara dan tercerai-berai. Telah diputuskan, parlemen akan kembali bertemu pada 8 Juli mendatang. Kita sangat berharap masing-masing menyadari besarnya ancaman yang ada di depan mata, dan mau berupaya untuk berkompromi.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007631616
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger