Pertanyaan di atas, yang mengawali tulisan singkat ini, memang bernada pesimistis. Fakta dan situasi di lapangan, memang, menunjukkan hal itu. Kelompok bersenjata yang memproklamasikan diri bernama NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) terus bergerak maju menguasai kota-kota di Irak utara setelah merebut dan menguasai Mosul.
Satu per satu kota yang sebelumnya ada di bawah kekuasaan pemerintah Baghdad sekarang ini yang dipimpin oleh PM Nouri al-Maliki jatuh ke tangan NIIS. Laju gerak mereka, NIIS, seperti tidak ada hambatan sama sekali. Karena, memang, pemerintah pusat Baghdad masih berkutat dan berdebat soal perlunya membentuk pemerintahan Irak bersatu yang tidak mengecualikan kelompok apa pun, meski berbeda baik etnik maupun mazhab agamanya. Perdebatan itu belum sampai titik akhir.
Pada saat yang bersamaan, gerakan dan capaian-capaiannya telah melahirkan kekhawatiran serta ketakutan tidak hanya negara tetangga Irak, tetapi juga negara lain, seperti AS dan Rusia. Sejak semula memang sudah banyak diperkirakan bahwa akibat krisis di Irak akan dirasakan oleh negara sekitar. Bahkan, bukan hanya itu, ada kekhawatiran bahwa krisis dan konflik di Irak akan mengundang campur tangan kekuatan baik negara maupun kelompok luar untuk ambil bagian. Dengan demikian, Irak telah menjadi mandala pertarungan kekuatan di luar Irak, antar-kekuatan besar di luar Irak.
Karena itu, wajar kalau kemudian muncul pertanyaan: adakah ini pertanda berakhirnya negara yang bernama Irak? Pertanyaan itu semakin kuat menggema ketika begitu banyak tangan asing masuk dan ikut bermain di Irak. Sebut saja Iran yang terang-terangan mendukung rezim Baghdad untuk memerangi pasukan NIIS, Rusia yang mengirimkan pesawat tempurnya, AS yang mengirimkan kapal dan pasukan tempurnya meski dengan alasan untuk mengevakuasi warganya. Sementara itu, negara lainnya, misalnya, seperti disebut-sebut media, Arab Saudi dan Qatar, mendukung NIIS.
Terlepas dari semua itu, kita melihat bahwa krisis di Irak akan mengganggu bahkan mengancam keamanan di kawasan. Proklamasi kelompok NIIS sebagai negara yang terpisah dari Baghdad akan mendorong semakin masuknya kekuatan luar Irak. Ini adalah "deklarasi perang". Bayangan Irak yang semakin kelam makin jelas. Kita hanya bisa berharap, krisis di Irak tidak meleber ke mana-mana, termasuk ke Indonesia, yang kelompok masyarakatnya mudah terpengaruh karena berbagai alasan.
Apakah tidak ada cara lain untuk mengakhiri krisis Irak selain cara-cara militer? Rasanya, tekad NIIS sudah demikian bulat sehingga Baghdad tidak punya pilihan lain.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007587563
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar