Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 06 Agustus 2014

TAJUK RENCANA Jakarta Etalase Indonesia (Kompas)

SETIDAKNYA ada dua peristiwa besar sekitar Idul Fitri 2014. Terpilihnya Joko Widodo-Jusuf Kalla sesuai putusan KPU dan arus mudik serta arus balik.
Keduanya bisa kita tempatkan sebagai momentum resultant dalam kaitan pengembangan Jakarta sebagai ibu kota provinsi sekaligus ibu kota negara. Pengembangannya ke arah kota masa depan—satu dari megapolitan dunia—tak bisa ditunda-tunda. Penanganan tidak lagi memadai dengan perbaikan sepotong-sepotong, tanpa mengecilkan usaha perbaikan infrastruktur dan sarana kehidupan modern saat ini, harus serentak dalam satu irama prospektif dan satu napas.

Walaupun masih menunggu kepastian sampai 20 Agustus atas gugatan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa, momentum hasil Pilpres 2014 perlu kita tangkap sebagai kesempatan emas ketika yang terpilih dan kelak memimpin Indonesia adalah juga pernah jadi Gubernur DKI Jakarta.

Pertumbuhan jumlah warga Jakarta, yang tahun ini memperoleh tambahan 658.500 pendatang baru pasca arus balik, naik 25 persen daripada tahun lalu, perlu ditangkap sebagai pelecut menangani Jakarta lebih terencana, terstruktur, dan lebih serius sebagai ibu kota negara.

Keyakinan Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berikut keterbukaannya bagi pendatang baru perlu diberi catatan. Keyakinan optimistis itu perlu dibarengi peningkatan berbagai fasilitas infrastruktur dan pengembangan usaha di kota. Kalau tidak, menangani warga dengan keterampilan memang menguntungkan. Namun, penduduk tanpa keterampilan tentu merepotkan. Jakarta memang kota terbuka, seiring pula dengan kecenderungan masa depan bahwa sebagian besar masyarakat akan tinggal di perkotaan, bukan pedesaan.

Langkah jangka panjang, menengah, dan pendek perlu disusun segera. Bobot tanggung jawab dan lingkupnya nasional, bukan provinsional, bersifat politis sebab yang dipertaruhkan adalah nama pemerintah, bukan provinsi. Melibatkan sejumlah kementerian terkait dan segala keputusan dan pelaksanaannya dikoordinasikan bersama.

Kita lupakan wacana berkepanjangan memindahkan kegiatan bisnis di Jakarta dan pemerintahan ke kawasan lain. Ambil langkah lebih realistis, yakni membagi beban Jakarta dengan kota-kota tetangga meliputi Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Caranya, kota penyangga itu dibangun berikut fasilitasnya, dan bukan hanya jadi tempat tinggal karyawan yang bekerja di Jakarta.

Targetnya dikonsep dan dilaksanakan bertahap: Jakarta etalase Indonesia. Membangun etalase tidak dengan sikap meremehkan pembangunan kota-kota besar lain, tetapi menjadikan Jakarta dalam posisi istimewa ibu kota provinsi dan ibu kota negara.

Kota megapolitan Jakarta, yang antara lain ditandai besarnya jumlah penduduk berikut segala perniknya, merupakan keniscayaan yang berpotensi dikembangkan bersamaan dengan dua momentum di sekitar Lebaran.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008183525
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger