Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 07 Agustus 2014

TAJUK RENCANA: Perlambatan Ekonomi (Kompas)

PERLAMBATAN pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2010 menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan baru untuk segera memulihkan.
Diperkirakan perlambatan pertumbuhan masih akan berlangsung hingga akhir tahun. Hal ini sudah diperkirakan. Tahun lalu keputusan pemerintah bersama Bank Indonesia diarahkan untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi melalui pengetatan fiskal dan moneter.

Suku bunga acuan Bank Indonesia yang dipertahankan 7,5 persen menyebabkan suku bunga pinjaman tinggi dan melambatkan investasi serta konsumsi. Tujuan mempertahankan suku bunga acuan pada aras tersebut demi menjaga tingkat inflasi antara 3,5 persen dan 5 persen serta menekan defisit transaksi berjalan yang cenderung membesar sejak tahun lalu.

Badan Pusat Statistik, Selasa lalu, mengeluarkan laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen dibandingkan dengan triwulan sama tahun lalu. Pertumbuhan secara kumulatif semester I-2014 sebesar 5,17 persen, sedangkan semester I-2013 besarnya 5,92 persen. Melihat kecenderungan itu, sasaran pertumbuhan ekonomi 5,5 persen tahun 2014 mungkin sulit tercapai.

Perlambatan juga terjadi karena larangan ekspor batubara dan mineral mentah menurunkan pendapatan dari ekspor. Ekspor hasil tambang mentah turun 23 persen pada Juni lalu. Faktor lain belanja pemerintah yang menurun sebagai bagian dari mengurangi defisit transaksi berjalan.

Perekonomian Indonesia tidak terlepas dari pengaruh global. Perekonomian AS mulai pulih, tetapi Dana Moneter Internasional menyebut pemulihan tersebut masih lemah. Sementara ekonomi Tiongkok, salah satu tujuan utama ekspor komoditas Indonesia, pertumbuhannya melambat.

Bank Dunia, akhir Juli lalu, mengingatkan Indonesia menghadapi risiko perlambatan pertumbuhan berkepanjangan dan defisit fiskal meningkat. Faktor harga komoditas di pasar dunia yang melemah dan defisit fiskal karena depresiasi rupiah dan naiknya harga BBM memperberat beban fiskal. Total pendapatan negara terhadap produk domestik bruto menurun, dari 16,3 persen pada tahun 2011 menjadi 15,3 persen pada tahun 2013.

Belanja untuk BBM bersubsidi membebani anggaran dan mengurangi ruang fiskal untuk investasi pada infrastruktur, termasuk di perdesaan, yang penting bagi pertumbuhan ekonomi.

Pilihan yang tersedia tidak mudah karena mengombinasikan antara pertumbuhan yang harus tinggi, menahan defisit transaksi berjalan, dan tekanan fiskal, sementara ketimpangan kesejahteraan cenderung melebar dan kebutuhan lapangan kerja meningkat.

Beragam persoalan itu harus segera diselesaikan pemerintahan mendatang dengan mengombinasikan inovasi dan kehati-hatian agar tidak kehilangan momentum membawa Indonesia keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008202423
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger