Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 22 September 2014

TAJUK RENCANA: Langkah Politik Yudhoyono (Kompas)

PARTAI Demokrat akhirnya menyatakan posisi politiknya berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
Partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono ini menegaskan mendukung sistem pemilihan kepala daerah secara langsung dengan sepuluh catatan perbaikan. Pilihan politik Demokrat itu sejalan dengan aspirasi publik yang menghendaki agar rakyat bisa langsung memilih pemimpin daerah. Memilih pemimpin adalah hak politik rakyat, sesuatu yang diperjuangkan gerakan reformasi. Sikap Yudhoyono itu juga sejalan dengan pernyataan sejumlah organisasi kepala daerah, gubernur, bupati, dan wali kota, serta aspirasi publik yang tecermin dalam sejumlah survei yang tetap menghendaki pilkada langsung.

Pembahasan RUU Pilkada telah memasuki tahap akhir. Sejumlah fraksi DPR tiba-tiba berubah pandangan dengan mendukung pilkada oleh DPRD. Namun, fraksi lain tetap setia mendukung pilkada langsung oleh rakyat. Menurut rencana, pengambilan keputusan akan dilakukan pada 25 September 2014, enam hari sebelum masa jabatan anggota DPR 2009-2014 berakhir.

Publik masih menantikan realisasi langkah politik Ketua Umum Partai Demokrat itu di DPR. Perubahan politik Partai Demokrat itu harus diwujudkan di DPR, baik melalui Fraksi Partai Demokrat maupun sikap pemerintah yang diwakili Kementerian Dalam Negeri.

Pembahasan RUU Pilkada sebenarnya satu paket dengan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan UU Penyelenggara Pemilu. Dari sisi teknis perundang-undangan, pilkada langsung sejalan dengan UU MD3 dan UU Penyelenggara Pemilu yang sudah lebih dahulu disetujui DPR. Jika memang sejak awal ada rencana politik mengembalikan sistem pilkada ke DPRD, seharusnya rencana itu juga diwujudkan dalam UU MD3 dan UU Penyelenggara Pemilu.

Faktanya, UU MD3 dan UU Penyelenggara Pemilu dirancang dengan desain sistem pilkada langsung. Dalam UU MD3, khususnya soal DPRD, tidak diatur kewenangan DPRD memilih gubernur, wali kota, atau bupati. Dalam UU MD3 Pasal 136, DPRD bertugas melakukan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Karena itu, kita berpendapat, memaksakan pilkada oleh DPRD hanya akan menciptakan kompleksitas dan ketidakpastian perundang-undangan.

Kompleksitas perundang-undangan yang bakal muncul harus dipahami sejumlah fraksi DPR. Ngotot-nya sejumlah fraksi DPR memaksakan pilkada oleh DPRD dengan dalih banyak kepala daerah terjerat kasus korupsi sebenarnya dengan mudah dipatahkan. Faktanya, korupsi juga menerpa tiga menteri pembantu presiden, hakim konstitusi yang dipilih DPR, anggota DPR sendiri, dan pejabat karier di kepolisian seperti Djoko Susilo.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009027161
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger