Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 06 Oktober 2014

Reformasi TNI (Al Araf)

MASIH kuat dalam ingatan bahwa oknum bintara pembina desa TNI diduga terlibat mendukung salah satu kontestan politik pada Pemilihan Presiden 2014.
Pada saat itu, tim Joko Widodo-Jusuf Kalla serius menyikapi dugaan keterlibatan oknum bintara pembina desa (babinsa) itu. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo meminta agar peran babinsa, yang merupakan instrumen terbawah dalam struktur komando teritorial (koter), dibekukan sementara.

Kasus oknum babinsa itu menjadi gambaran, potensi penyalahgunaan koter masih mungkin terjadi. Karena itu, presiden terpilih Jokowi memiliki pekerjaan rumah untuk menyelesaikan reformasi TNI, seperti agenda restrukturisasi komando teritorial dan reformasi peradilan militer.

Agenda meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI selayaknya juga menjadi prioritas pemerintahan baru.

Restrukturisasi koter
Pada masa awal Reformasi, merestrukturisasi komando teritorial adalah salah satu agenda yang diusung gerakan mahasiswa dan gerakan demokratik lainnya. Kelompok-kelompok demokra- tik itu menyuarakan agenda restrukturisasi koter satu paket dengan agenda penghapusan peran sosial politik ABRI—sekarang TNI—yang dikenal sebagai dwifungsi ABRI.

Sayangnya, meski peran politik ABRI dapat dihapus, struktur koter tak kunjung direstrukturisasi hingga kini.

Pada masa Orde Baru, keberadaan koter memang sangat terkait dengan dwifungsi ABRI. Meski cikal bakal koter ada pada masa Orde Lama, fungsi koter sebagai struktur yang menunjang peran politik ABRI baru dipermanenkan dan diperkuat pada masa Orde Baru.

Jangkauan struktur koter dapat mendistribusikan peran politik ABRI di daerah, juga menjalankan kontrol terhadap masyarakat. Koter kerap kali digunakan sebagai instrumen merepresi masyarakat yang menentang
rezim Soeharto. Hierarki koter menyerupai struktur pemerintahan sipil di daerah yang hierarkinya sampai ke kecamatan dan memiliki babinsa di level terbawah.

Ketika doktrin dwifungsi ABRI, yang menjadi pijakan dasar militer berpolitik, sudah dihapus pada masa Reformasi, sepantasnya struktur koter perlu direstrukturisasi. Restrukturisasi koter bertujuan agar gelar kekuatan TNI (postur TNI) dapat mendukung peran TNI sebagai alat pertahanan negara. Dengan demikian, perlu dipikirkan gelar kekuatan TNI baru yang lebih terintegrasi.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebenarnya mensyaratkan kepada otoritas politik melakukan restrukturisasi koter. Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) UU TNI menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis. Penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan.

Peradilan militer
Agenda reformasi TNI lain yang hingga kini belum tuntas adalah reformasi peradilan militer. Reformasi peradilan militer melalui perubahan UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer merupakan jantung dari reformasi TNI. Selama reformasi peradilan militer belum dilakukan, selama itu pula bisa dikatakan bahwa reformasi TNI belum selesai.

Selama ini anggota militer yang melakukan tindak pidana umum masih diadili di peradilan militer. Dalam praktiknya, peradilan militer tak jarang menjadi sarana impunitas bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana. Kalaupun ada hukuman terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana, sanksinya kadang kala tidak maksimal.

Sebagai sebuah sistem peradilan, mekanisme dalam peradilan militer tidak memenuhi kaidah-kaidah prinsip peradilan yang adil dan baik. Padahal, di dalam negara hukum, mekanisme peradilan mutlak bersifat independen, tidak memihak, dan tidak dipengaruhi suatu kekuasaan atau kekuatan apa pun serta harus menjamin due process of law.

Agenda reformasi peradilan militer sesungguhnya dimandatkan dalam UU No 34/2004 tentang TNI. Pasal 65 Ayat (2) UU TNI menyebutkan bahwa "prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang".

Selain itu, upaya mewujudkan reformasi peradilan militer merupakan sebuah kewajiban konstitusional yang harus dijalankan pemerintah dan parlemen. Upaya mengubah peradilan militer adalah suatu langkah konstitusional untuk menerapkan prinsip persamaan di hadapan hukum secara konsisten {Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 28 Huruf d Ayat (1) UUD 1945}.

Konsekuensi dari asas sama di hadapan hukum yang ditegaskan konstitusi itu adalah bahwa anggota militer yang melakukan tindak pidana umum perlu diadili dalam peradilan yang sama dengan warga negara lain yang melakukan tindak pidana umum, yakni melalui mekanisme peradilan umum.

Kesejahteraan prajurit
Sebagai alat pertahanan negara, TNI bertugas pokok menjaga wilayah pertahanan Indonesia. Ini bukan pekerjaan mudah. Untuk melaksanakan tugas pokoknya itu, TNI membutuhkan kelengkapan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang memadai dan kapasitas sumber daya manusia yang profesional.

Dengan beban tugas yang berat dan suci itu, wajar apabila profesionalisme TNI ditunjang dengan peningkatan kesejahteraan prajurit. Selama ini penguatan sumber daya manusia terkait dengan kesejahteraan prajurit TNI masih minim. Terbatasnya rumah dinas anggota TNI adalah satu contoh dari permasalahan  kesejahteraan prajurit.

Dalam beberapa kasus, masalah kesejahteraan anggota TNI telah membuat mereka mencari sumber pendapatan lain di luar gaji mereka. Meski penguatan alutsista merupakan suatu kebutuhan, memberikan jaminan kesejahteraan bagi prajurit merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi  negara, sebagaimana  ditegaskan dalam Pasal 49 juncto Pasal 50 UU No 34/2004.

Menyelesaikan reformasi TNI sudah selayaknya menjadi agenda utama pemerintahan Jokowi-JK karena agenda itu merupakan mandat dari UU TNI. Apalagi sebagian tim inti Jokowi-JK saat ini adalah individu-individu yang selama ini memiliki kontribusi dalam proses reformasi TNI.

Publik tentu menantikan peran tim inti Jokowi-JK itu dalam memberi masukan positif kepada presiden baru untuk menyelesaikan agenda reformasi TNI dalam lima tahun mendatang.

Terakhir, selamat berhari ulang tahun ke-69 TNI. Semoga Tentara Nasional Indonesia semakin maju, profesional, dan tetap tunduk pada kendali demokrasi.

Al Araf Direktur Program Imparsial; Mengajar di HI Universitas Paramadina dan Al Azhar

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009228872
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger