Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 02 Desember 2014

TAJUK RENCANA: Janji Negara Pengemisi (Kompas)

Pernyataan Christiana Figueres, terkait janji Amerika Serikat, Tiongkok, dan Uni Eropa untuk membatasi emisi, sangatlah menarik.
Sekretaris Eksekutif Kerangka Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) itu, dalam pertemuan badan tersebut di Peru awal Desember ini, menyebutkan, "Perubahan iklim tidak terpecahkan hanya oleh AS dan Tiongkok, tetapi sudah pasti tidak akan selesai tanpa mereka."

Sebagai latar belakang disebutkan, seusai pertemuan APEC terakhir, Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden AS Barack Obama menyatakan komitmen keduanya untuk mengurangi emisi (gas rumah kaca) setelah tahun 2020.

Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang selama ini dituding sebagai faktor utama terjadinya gejala pemanasan global menjadi harapan dunia. Banyak forum dan persidangan telah digelar, tetapi terganjal alotnya komitmen negara-negara pengemisi GRK utama, khususnya AS dan Tiongkok, dengan alasannya sendiri.

AS, selain membela daya saing industrinya, mengatakan, pemangkasan GRK akan adil kalau diterapkan tidak hanya untuk negara maju, tetapi juga negara berkembang. AS juga secara kategoris menyebut Tiongkok untuk melakukan langkah serupa.

Tiongkok, yang merupakan salah satu negara pengemisi terbesar, sepakat membatasi emisi tahun 2030 atau sebelumnya jika mungkin. Tiongkok juga berjanji terus meningkatkan penggunaan energi niremisi hingga 20 persen pada tahun 2030. Sementara itu, AS berjanji akan mengurangi emisi hingga 28 persen di bawah tingkat tahun 2005 pada tahun 2025. Uni Eropa juga berjanji mengurangi emisi GRK hingga 40 persen pada tahun 2030.

Kita bertanya-tanya, mengapa tidak segera mulai, harus menunggu tahun 2030? Alasan yang sering dikemukakan, pengurangan emisi meniscayakan penggantian pabrik-pabrik dan bahan bakar. Hal ini dipandang menuntut investasi yang bisa mengurangi tingkat daya saing perusahaan dan sektor produksi. Selain itu, pengurangan emisi juga tidak boleh mengurangi tingkat produksi. Hal ini menuntut adanya energi pengganti bahan bakar fosil. Ketersediaan energi baru dan terbarukan ini tampaknya masih belum siap. Sementara itu, penggunaan energi nuklir, lebih-lebih setelah bencana di Jepang, surut popularitasnya.

Dengan latar belakang itu, upaya mengerem laju pemanasan global tak akan mencapai kemajuan signifikan hingga tahun 2030. Padahal, meningkatnya suhu permukaan bumi sudah sulit disangkal. Badan Samudera dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) menyebutkan, tahun 2014 telah menjadi tahun terpanas dalam satu abad ini.

Pertemuan di Peru dan Pertemuan Para Pihak (COP-21) di Paris tahun depan diharapkan memberi kerangka kesepakatan baru untuk masa depan yang lebih aman bagi umat manusia.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010427730
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger