Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 03 Desember 2014

TAJUK RENCANA: Pembebasan Bersyarat Pollycarpus (Kompas)

Pollycarpus Budihari Priyanto yang menghirup udara bebas pada hari Jumat, 28 November, memicu kritik dari para pegiat hak asasi manusia.
Pollycarpus adalah salah satu terpidana dalam kasus tewasnya Munir, aktivis hak asasi manusia, yang dijatuhi hukuman 14 tahun penjara oleh Mahkamah Agung dalam putusan peninjauan kembali terbaru pada Oktober 2013. Ia ditahan sejak 3 Oktober 2006. Mantan pilot Garuda itu bebas bersyarat karena, menurut perhitungan Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, telah menjalani dua pertiga dari hukuman.

Aktivis HAM Munir tewas diracun di atas pesawat Garuda GA 974 Jakarta-Amsterdam dalam penerbangan ke Belanda, 7 September 2004. Melalui penyelidikan intensif, racun yang digunakan adalah arsenik. Penyelidikan Polri menjerat Pollycarpus dan petinggi badan intelijen negara yang kemudian bebas melalui proses hukum.

Kementerian Hukum berpendapat bebas bersyaratnya Pollycarpus sudah sesuai dengan hukum. Bebasnya Pollycarpus mengundang kritik anggota Komisi Hukum DPR dari Partai Demokrat, Benny K Harman. Padahal, bebasnya Pollycarpus tak bisa dilepaskan dari remisi yang diberikan pada masa Presiden Yudhoyono yang mencapai 50 bulan.

Persoalannya bukan hanya soal hitung-hitungan masa tahanan, melainkan rasa keadilan dari keluarga korban, yakni Suciwati dan dua anaknya, Soultan Alif Allende dan Diva Suukyi Larasati. Keluarga korban dan pegiat hak asasi manusia merasa ada orang lain selain Pollycarpus yang harus dimintai pertanggungjawaban. Saat orang yang patut diduga ikut terlibat dalam kasus tewasnya Munir berada di sekitar kekuasaan, rasa keadilan berteriak, ketika Pollycarpus melenggang dan menghirup udara kebebasan.

Penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu merupakan isu yang belum kunjung terselesaikan. Sangat wajar jika Presiden Joko Widodo mengambil prakarsa untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu karena masalah itu masuk dalam salah satu program kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dalam sembilan agenda prioritas yang disusun Joko Widodo-Jusuf Kalla pada butir 4 tertulis, "Kami akan menghormati hak asasi manusia dan memprioritaskan penyelesaian kasus hak asasi manusia masa lalu secara berkeadilan."

Kita mendorong Presiden Jokowi menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia masa lalu. Penyelesaian kasus tersebut tidak harus melalui jalur pengadilan. Harus dicari cara lain untuk mengungkap pelanggaran hak asasi manusia masa lalu dengan memberikan rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi pada korban guna mencapai rekonsiliasi nasional.

Tanpa ada penyelesaian komprehensif, masa lalu akan menggelayuti masa depan. Sebagaimana ditulis Milan Kundera, perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa. Selalu saja aktor dalam lingkar kekuasaan mengajak agar melupakan masa lalu guna menatap masa depan. Ajakan itu terasa berat bagi keluarga korban dan rasa kemanusiaan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010443778
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger