Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 13 Januari 2015

TAJUK RENCANA Manfaatkan Jatuhnya Harga Komoditas (Kompas)

DAMPAK  jatuhnya harga komoditas pertambangan dan perkebunan di pasar dunia pada 2014 mulai terasa di pusat-pusat produksi dalam negeri.

Ratusan pengusaha kecil batubara dan tambang banyak yang sudah tidak mampu beroperasi lagi. Di perkebunan, terutama sawit dan karet, harga juga merosot, meskipun banjir di Malaysia sebagai penghasil sawit terbesar, dan di selatan Thailand sebagai produsen karet, mendorong harga bergerak naik.

Turunnya harga komoditas berakibat panjang. Ribuan pekerja pertambangan kehilangan mata pencarian. Turunnya harga sawit dan karet akan memukul pekebun kecil yang tidak memiliki sumber penghasilan lain. Kredit macet di sektor pertambangan dan perkebunan mulai memperlihatkan kecenderungan naik meskipun persentasenya masih kecil. Bukan tidak mungkin kredit macet merembet ke sektor lain, termasuk properti.

Turunnya harga komoditas berarti juga berkurangnya penghasilan pemerintah dari pajak, menyebabkan pemerintah harus lebih kreatif mencari sumber-sumber penghasilan baru dengan tetap memegang unsur keadilan.

Argentina, Venezuela, dan mungkin Brasil akan mengalami resesi tahun ini. Pertumbuhan ekonomi Brasil, Norwegia, dan Rusia sebagai pengekspor minyak diperkirakan menyusut tahun ini. Industri jasa pendukung pertambangan di Australia juga mulai tumbang.

Meskipun demikian, ada negara-negara yang bergantung pada komoditas tetap dapat tumbuh. Seperti dilaporkan majalah The Economist, negara-negara di Afrika, seperti Chad dan Nigeria, masih tumbuh positif karena memperbaiki iklim investasi di sektor riil.

Indonesia memiliki peluang mencapai target pertumbuhan 5,8 persen dan melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor komoditas yang tidak dapat diandalkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi berkelanjutan karena harganya selalu bergejolak.

Konsumsi dalam negeri dan kapasitas ekspor Indonesia saat ini tidak cukup untuk menghasilkan pertumbuhan tinggi dan berkualitas. Investasi asing langsung menjadi salah satu andalan. Peringkat kemudahan melakukan bisnis di Indonesia menurut survei Forum Ekonomi Dunia naik menjadi 114 tahun lalu dari 117 pada 2013 di antara 198 negara. Namun, dibandingkan negara-negara di ASEAN, Indonesia kalah dari Singapura (1), Malaysia (18), Thailand (18), Vietnam (78), dan Brunei (101).

Karena itu, pemerintah harus segera mewujudkan rencana membangun infrastruktur, termasuk listrik. Hambatan birokrasi dan ego sektoral harus dapat diselesaikan. Pemerintah perlu terus memperbaiki iklim investasi, terutama bagi investor dalam negeri, terutama hilirisasi komoditas pertambangan dan perkebunan.

Belajar juga dari pengalaman selama ini, pemerintah harus meninggalkan sikap pragmatis dan reaktif. Jika harga komoditas kembali membaik, hilirisasi dan industrialisasi harus terus berjalan.

Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011346690 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger