Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 17 April 2015

TAJUK RENCANA: Darurat Narkoba Indonesia (Kompas)

Presiden Joko Widodo sebenarnya telah menyampaikan pesan keras dan tegas! Tidak ada ampun bagi pengedar narkoba di Indonesia.

Permohonan grasi terpidana mati ditolak oleh Presiden Jokowi. Telah lama Indonesia memasuki situasi darurat narkoba. Namun, penanganan terhadap peredaran narkoba seperti biasa-biasa saja. Pekan lalu kita mendapat kabar sejumlah tahanan narkoba kabur dari rumah tahanan Badan Narkotika Nasional. Pekan ini kita membaca berita bagaimana terpidana mati kasus narkotika, Freddy Budiman, mengendalikan peredaran narkoba dari balik penjara dengan bantuan sipir.

Menurut kalkulasi BNN, kerugian ekonomi akibat peredaran narkoba mencapai Rp 50 triliun per tahun. Ancaman darurat narkoba sudah disampaikan sejak lama. Arsip beritaKompas Sabtu 17 April 1971 memberitakan, seluruh dunia dilanda gelombang narkotika, tidak terkecuali Indonesia. Seperti dikutip dari Asisten Kapolri Brigjen (Pol) Soetijanto, jika tidak ada langkah pencegahan, generasi muda Indonesia akan menjadi manusia loyo.

Empat puluh tahun kemudian, situasinya tak banyak berubah, bahkan mungkin lebih parah. Bagaimana membayangkan, terpidana mati masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari LP Nusakambangan.

Berita soal LP yang menjadi pusat peredaran narkoba juga bukan barang baru. Dokumentasi Pusat InformasiKompas (PIK) menunjukkan, LP menjadi pusat peredaran narkoba terjadi sejak Maret 2012. Pembelaan dari pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terus disampaikan. Mulai dari LP yang melebihi kapasitas, gaji sipir yang kecil, serta rasio antara jumlah sipir dan terpidana.

Kita tidak cukup mengidentifikasi persoalan di seputar lembaga pemasyarakatan. Yang dibutuhkan sekarang adalah bagaimana pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, menyelesaikan dan mencari jalan keluar masalah itu. Kini saatnya Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyelesaikan lemahnya pengawasan di lembaga pemasyarakatan berkaitan dengan peredaran narkoba. Over-kapasitas penghuni penjara harus dicarikan jalan keluar.

Keterlibatan sipir menjadi kaki tangan dalam jaringan distribusi narkoba bertentangan dengan sikap Presiden Jokowi yang menolak memberikan grasi terhadap terpidana kasus narkotika. Hukuman tegas dan lebih berat harus dijatuhkan kepada sipir atau siapa pun yang terlibat dalam jaringan peredaran narkotika. Namun, pada sisi lain, memperbaiki kesejahteraan sipir dan membangun kembali LP untuk mengurangi kelebihan beban di sejumlah LP harus juga dicarikan jalan keluar.

Harus ada tanggapan konkret untuk mengatasi berbagai masalah di LP yang sudah kita identifikasi. Bukankah kerja untuk menyelesaikan masalah, sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi agar para menterinya kerja, kerja, dan kerja!

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Darurat Narkoba Indonesia".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger