Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 17 April 2015

TAJUK RENCANA: Perlambatan Ekonomi Tiongkok (Kompas)

Perlambatan ekonomi Tiongkok tampaknya masih terus berlanjut, dengan dampak signifikan ke perekonomian global, termasuk Indonesia.

Posisi Tiongkok sebagai perekonomian terbesar kedua dan motor penting ekonomi dunia menjadikan perlambatan ekonomi negara itu juga akan menyeret pertumbuhan ekonomi global ke bawah, dengan setiap persen kontraksi ekonomi Tiongkok diperkirakan IMF akan memangkas setengah poin persen pertumbuhan global.

Kekhawatiran terbesar saat ini adalah risiko terjadinya penurunan lebih tajam pertumbuhan Tiongkok, kendati Tiongkok sendiri pasti tak akan membiarkan terjadinya kontraksi tajam (hard landing) yang bisa berdampak ke lapangan kerja dan kebangkrutan usaha di negara itu.

Perlambatan ekonomi Tiongkok sebenarnya sudah bisa diperkirakan dan tak terhindarkan, menyusul pertumbuhan mendekati dua digit tiga dasawarsa terakhir. Pertumbuhan 7 persen triwulan I-2015 merupakan yang terendah sejak 2009, melambat dari 7,3 persen triwulan IV-2014, dipicu perlambatan di sektor properti dan manufaktur. Tahun lalu PDB hanya tumbuh 7,4 persen (dari target 7,5 persen), terendah dalam dua dekade terakhir. Perlambatan diperkirakan masih akan berlanjut tahun 2016.

Perlambatan terjadi sejak 2011 sebagai akibat krisis finansial global 2008 yang memukul ekspor Tiongkok.

Pemerintah Tiongkok sendiri saat ini tampaknya lebih menghendaki pertumbuhan yang lebih wajar dan berkesinambungan, dengan lebih menekankan pada kualitas pertumbuhan. Dengan level pertumbuhan saat ini, perekonomian dinilai tak terlalu overheating seperti pada periode pertumbuhan dua digit tiga dasawarsa terakhir.

Pertumbuhan lebih lambat saat ini dinilai juga memberikan ruang bagi transformasi dan restrukturisasi ekonomi, dengan menggeser mesin pertumbuhan ke konsumsi domestik dan sektor jasa, mengurangi ketergantungan berlebihan pada investasi pemerintah dan industri "cerobong asap" yang mengandalkan input impor.

Dampak perlambatan terutama dirasakan emerging markets. Penurunan permintaan dari Tiongkok sebagai pasar terpenting beberapa tahun terakhir menekan ekspor Indonesia, khususnya komoditas pertambangan, migas, dan perkebunan. Dampak juga dirasakan negara maju yang selama ini diuntungkan oleh booming ekonomi Tiongkok, dengan perlambatan ekonomi mulai dirasakan Amerika Latin, Australia, dan Jerman. Ini terjadi di tengah situasi ekonomi global yang tertekan—kecuali AS—dengan Jepang dan Eropa masih berjuang keluar dari resesi.

Perlambatan ekonomi Tiongkok juga salah satu pemicu penurunan harga serta permintaan minyak mentah dunia dan berbagai komoditas lain. Efek bola salju perlambatan ekonomi Tiongkok ini harus diantisipasi semua negara, terutama jika kekhawatiran perlambatan masih akan berlanjut dan lebih tajam, terbukti.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Perlambatan Ekonomi Tiongkok".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

1 komentar:

Powered By Blogger