Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 23 April 2015

TAJUK RENCANA: Kemampuan Menghitung Risiko (Kompas)

Sebanyak 37 WNI dan 5 warga Yaman, Selasa (21/4), meninggalkan Wisma Duta RI di Sana'a setelah KBRI rusak berat terkena imbas serangan udara, Senin.

Ke-37 WNI itu terdiri dari 8 buruh migran, 18 warga biasa beserta keluarga, 4 anggota tim evakuasi, 2 diplomat, 4 petugas keamanan, dan 1 relawan mahasiswa. Mereka dievakuasi melalui Al-Hudaydah, Yaman barat, menuju Jizan, Arab Saudi, untuk diterbangkan ke Indonesia.

Sewaktu KBRI di Sana'a terkena imbas serangan udara jet tempur koalisi yang dipimpin Arab Saudi, Senin, 17 dari 37 WNI yang meninggalkan Wisma Duta itu berada di gedung KBRI. Tiga warga Indonesia dan staf diplomat terluka. Mereka kemudian menyingkir ke Wisma Duta.

Di Jakarta, di sela-sela Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA), Selasa, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Syeikh Mustafa Ibrahim al-Mubarrak. Selain sebagai bentuk protes, pemanggilan juga dilakukan untuk meminta penjelasan. Penjelasan itu dianggap perlu karena pada 26 Maret lalu, saat serangan udara koalisi Arab dimulai, Pemerintah Indonesia telah mengirimkan titik-titik koordinat KBRI dan Wisma Duta di Sana'a.

Berdasarkan aturan internasional, KBRI—juga kedutaan besar negara-negara lain—merupakan tempat yang wilayah yurisdiksinya diakui dan keamanannya dijaga oleh aparat keamanan negara setempat. Namun, kita juga tahu, dalam keadaan tak menentu, konflik, atau perang, sering-sering aturan itu diabaikan dan dilanggar.

Kita belum lupa apa yang dialami beberapa kedutaan besar asing di Jakarta pada tahun 1965, atau Kedutaan Besar Amerika Serikat di Saigon (kini Ho Chi Minh City) pada 1975, dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran, Iran, tahun 1979, yang kisahnya dimunculkan kembali dalam film Argo. Semua pengalaman itu menggambarkan bahwa dalam keadaan tidak menentu, konflik, dan perang, kedutaan besar bisa menjadi tempat yang rawan atau bahkan berbahaya. Itu sebabnya, seorang duta besar atau pemerintah negara asalnya harus dapat mengukur risiko untuk memutuskan kapan saat yang tepat menutup kedutaan besarnya.

Sejak 6 April lalu, Duta Besar RI untuk Yaman Wajid Fauzi dan staf KBRI telah memindahkan kantornya dari Sana'a ke Salalah di Oman. Namun, beberapa staf diplomat dan tim evakuasi tetap ditugaskan di KBRI Yaman untuk mengumpulkan warga Indonesia dan memulangkan mereka ke Tanah Air.

Keputusan memindahkan kantor KBRI di Sana'a sangat tepat. Dalam situasi perang, apa pun dapat terjadi. Siapa yang dapat memperkirakan dampak atau luasan kerusakan dari ledakan rudal atau bom? Kita yakin koalisi Arab tidak menjadikan KBRI sebagai target serangan. Sebab, gedung KBRI terkena imbas dari serpihan rudal yang meledak dan terlontar lebih dari 15 kilometer jauhnya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Kemampuan Menghitung Risiko".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger