Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 15 Mei 2015

TAJUK RENCANA: Era Baru Perangi Korupsi (Kompas)

Pemberantasan korupsi sedang mengalami arus balik. Lembaga praperadilan kini ketat mengontrol pemberantasan korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi yang selama ini digdaya dalam memberantas korupsi mendapat perlawanan. Pintu perlawanan diawali putusan praperadilan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Sarpin memenangkan permohonan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Putusan itu menegaskan bahwa penetapan tersangka merupakan obyek praperadilan.

Sebelum putusan Sarpin, hakim praperadilan lain disiplin bersikukuh pada KUHAP yang menegaskan kewenangan praperadilan dibatasi undang-undang. Dalam KUHAP, penetapan tersangka bukanlah obyek praperadilan. Dalam ranah berbeda, Mahkamah Konstitusi justru memperluas kewenangan praperadilan. MK menyatakan penetapan tersangka, termasuk penggeledahan dan penyitaan, merupakan obyek praperadilan.

Putusan MK diputuskan tidak dengan bulat. Tiga hakim, yakni I Dewa Gede Palguna, Aswanto, dan Muhammad Alim, berpendapat berbeda. Selain menyatakan penetapan tersangka adalah obyek praperadilan, dua alat bukti yang cukup juga menjadi syarat seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka atau tidak.

Putusan MK itu digunakan hakim PN Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dalam kasus korupsi PDAM Makassar. Dalam persidangan, hakim praperadilan meminta KPK menunjukkan dua alat bukti yang dipakai sebagai dasar menjadikan Ilham sebagai tersangka. KPK tidak siap menunjukkan dua alat bukti yang cukup sehingga hakim mengabulkan permohonan Ilham. Hakim Yuningtyas Upiek Kartikawati tampaknya tidak hanya menguji prosedur, tetapi juga ketersediaan alat bukti yang sebenarnya domain pokok perkara.

Putusan praperadilan baru menyangkut prosedur, belum menyentuh pokok perkara. Masih terbuka kemungkinan KPK menetapkan kembali Ilham sebagai tersangka setelah semua prosedur terpenuhi, termasuk memeriksa tersangka dan memenuhi alat bukti yang dimilikinya.

Putusan MK membawa perjuangan memberantas korupsi memasuki era baru. Pasca putusan MK, KPK harus lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Alat bukti permulaan, termasuk mungkin rekaman penyadapan, berpotensi diminta untuk ditunjukkan hakim di sidang praperadilan.

Putusan MK tersebut harus dihormati meskipun kritik pada putusan MK itu masih harus tetap dibuka. MK seharusnya tidak hanya mempertimbangkan hak asasi tersangka, tetapi juga mempertimbangkan hak masyarakat yang terlanggar karena korupsi. Semangat pemberantasan korupsi tidak boleh surut karena koruptor adalah pelanggar hak ekonomi, sosial, dan budaya. Meski kian tidak mudah, memberantas korupsi tetaplah merupakan tugas mulia bangsa ini.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Era Baru Perangi Korupsi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger