Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 15 Mei 2015

TAJUK RENCANA: Perubahan Hubungan AS-Arab Saudi (Kompas)

Keputusan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud untuk tidak hadir dalam KTT yang akan digelar di Camp David menimbulkan pertanyaan.

Konferensi tingkat tinggi (KTT) antara AS dan negara-negara Arab sekutunya di Timur Tengah digelar atas prakarsa Presiden AS Barack Obama. KTT diselenggarakan di tengah semakin panas dan kritisnya situasi di Timur Tengah, baik karena terkatung-katungnya proses perdamaian Israel-Palestina, semakin tak terkendalinya perang di Suriah, semakin merajalelanya kelompok bersenjata NIIS, maupun belum terlihatnya tanda-tanda berakhirnya perang di Yaman. Meskipun telah disepakati gencatan senjata antara kelompok bersenjata Houthi dan kelompok negara Arab di bawah pimpinan Arab Saudi.

Gencatan senjata itu yang digunakan sebagai alasan oleh Raja Salman untuk tidak menghadiri KTT. Ia diwakili Putra Mahkota Mohammad bin Nayef yang juga merangkap Menteri Dalam Negeri dan putra Raja Salman yang kini menduduki jabatan Deputi Putra Mahkota, Mohammad bin Salman.

Keputusan Raja Salman itu diikuti oleh, antara lain, Bahrain, sekutu dekat Arab Saudi dan juga AS. Delegasi Bahrain—di negeri ini AS menempatkan Armada Laut Kelima yang bertanggung jawab atas kawasan Semenanjung Arabia dan Samudra Hindia bagian utara, sekaligus sebagai imbangan terhadap Iran—akan dipimpin Putra Mahkota Salman bin Hamad al-Khalifa.

Apakah benar gencatan senjata antara Arab Saudi dan Houthi menjadi alasan ketidakhadiran Raja Salman? Kita melihat bahwa kebijakan AS terakhir, yakni tercapainya kesepakatan tentang senjata nuklir dengan Iran, telah membuat Arab Saudi tidak senang. Sejak semula, Arab Saudi kurang senang AS mulai menoleh ke Teheran, yang merupakan saingan utama Riyadh dalam memperebutkan kekuatan paling besar dan berpengaruh di Timur Tengah.

Kesepakatan AS-Iran, merupakan persoalan pertama dan utama, yang dianggap telah "mencederai" persahabatan antara AS dan sekutu-sekutunya di Timur Tengah. Padahal, selama ini Arab Saudi menjadi sekutu utama AS untuk menjamin tercapai dan amannya kepentingan AS di kawasan itu. Sebaliknya, AS pun merupakan tempat "bersandar" bagi Arab Saudi dalam memperjuangkan kepentingannya di kawasan, termasuk menghadapi Iran.

Selain masalah Iran, yang kiranya menjadi alasan mengapa Raja Salman tidak hadir di Camp David, adalah kurang tegasnya AS dalam krisis di Suriah dan dalam memerangi NIIS. Riyadh menginginkan Washington tegas dan jelas mendukung Arab Saudi untuk mengakhiri pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dan melawan NIIS.

Pada akhirnya, kita akan melihat peta baru di Timur Tengah dan peran AS di kawasan itu, yang kemungkinan akan berubah, sampai terpilih presiden baru di AS.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Perubahan Hubungan AS-Arab Saudi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger