Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 28 Mei 2015

TAJUK RENCANA: Panas di India, Panas untuk Dunia (Kompas)

Menggetarkan dan mencekam membaca berita gelombang panas di India dengan korban 800 orang, apalagi hujan yang ditunggu belum segera datang.

Gelombang panas itu nyata dan melanda sebagian besar kawasan India. Pihak berwenang memperingatkan warga agar tetap tinggal di dalam rumah. Maklum, dengan suhu 50 derajat celsius, ketahanan manusia menurun. Sengatan panas matahari mengguncangkan metabolisme tubuh. Ada yang menyebut sengatan panas dengan istilah sun stroke.

Perintah tinggal di rumah mudah disampaikan, tetapi bagi sebagian warga terasa sulit, seperti pengemudi taksi atau pekerja konstruksi. Mau tak mau mereka harus bekerja di luar bangunan.

Ahli meteorologi ITB, Zadrah Ledoufij Dupe, yang dikutip harian ini, Rabu (27/5), menyebutkan gelombang panas di India terjadi karena pergerakan massa udara yang lembab dan panas dari Samudra Hindia ke daratan India. Di sisi lain, seiring dengan dimulainya musim panas, udara dingin dari Pegunungan Himalaya sudah jauh berkurang. Fenomena ini umum terjadi di daerah subtropik setiap tahun, hanya saja gelombang panas di India terjadi lebih cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Mengapa fenomena gelombang panas datang lebih cepat daripada biasanya?" Siapa pun yang familier dengan masalah cuaca dan iklim akan segera teringat fenomena pemanasan global dan perubahan iklim.

Dalam benak mereka yang meyakini pemanasan global, kejadian seperti gelombang panas atau badai salju hebat, badai topan raksasa, merupakan konsekuensi logis dari ekstremitas cuaca yang mengiringi pemanasan global.

Penelitian ilmuwan yang diterbitkan diBulletin of American Meteorological Society seperti disebutkan Deutsche Welle mengaitkan serangan gelombang panas dengan pemanasan global, fenomena yang sebagian dibangkitkan oleh aktivitas manusia membakar bahan bakar fosil yang menghebat selama era industrialisasi.

Kini, manusia tampak tak berdaya menghadapi gelombang panas. Tubuh yang memiliki mekanisme pendinginan alami tak kuasa berhadapan dengan kelembaban tinggi. Jantung dipaksa bekerja ekstra dan ini bisa memicu gagal jantung. Gangguan ini rawan dialami orang tua.

Itulah sekadar gambaran tantangan alam yang kini dihadapi manusia dan kehidupan di Bumi. Kita mendengar tahun 2014 sebagai tahun terpanas dalam sejarah. Kita menduga, tahun 2015, dan tahun-tahun selanjutnya, tren makin panas itu masih akan terus kita alami.

Manusia berlomba dengan waktu dalam menentukan apakah Bumi masih akan bisa terus dihuni atau tidak. Saat manusia terlambat melakukan langkah drastis untuk memangkas emisi karbon ke angkasa, saat itulah hukuman yang lebih berat bakal diderita dari alam. Semoga serangan gelombang panas di India dapat mengingatkan manusia akan bahaya yang mengintai itu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Panas di India, Panas untuk Dunia".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger