Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 28 Mei 2015

TAJUK RENCANA: Titik Balik KPK (Kompas)

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi diuji. Gangguan terhadap lembaga anti rasuah menjelma dalam berbagai bentuk.

Putusan telak terakhir dijatuhkan melalui palu hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi yang memerintahkan KPK menghentikan penyidikan terhadap mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo. Alasannya, penyelidik dan penyidik KPK tidak sah.

Putusan Haswandi mengejutkan. Haswandi adalah ketua majelis hakim dalam kasus Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng. Pada saat itu, Haswandi tidak mempersoalkan hukum acara dan prosedur penyidikan. Namun, dalam kasus praperadilan Hadi Poernomo, Haswandi menyatakan, penyidikan dan penyelidikan Hadi Poernomo tidak sah dan harus dihentikan. Namun, itulah kemerdekaan kekuasaan hakim yang akan dinilai masyarakat.

Sebelumnya, praperadilan juga mengalahkan KPK dalam kasus mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Dalam kasus Ilham, KPK diminta menyerahkan dua bukti permulaan yang cukup. Dalam kasus Budi, hakim mengatakan, KPK tidak berhak menyelidiki Budi karena Budi bukanlah penyelenggara negara dan bukan penegak hukum.

KPK mendapat dukungan besar dari publik karena KPK efektif menangkap koruptor. KPK hadir dari semangat reformasi 1998, semangat memberantas korupsi. Kewenangan KPK diberikan pemerintah dan DPR melalui undang-undang KPK. Dalam sejarahnya, KPK menjerat banyak orang yang korupsi dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif, termasuk Ketua Mahkamah Konstitusi, pimpinan parpol. KPK telah menggoyahkan kemapanan orang yang hidup dari ekonomi korupsi. Pada saat pimpinan KPK mengambil langkah keliru pada masa lalu, ruang pelemahan KPK terbuka. Kini, KPK hanya mengandalkan dukungan masyarakat.

Situasi seperti itulah yang dihadapi KPK sekarang. Namun, kita mau mengatakan, KPK tidak boleh surut melangkah memberantas korupsi. Putusan praperadilan belum menyentuh materi perkara. Itu baru menyangkut prosedur. Kita dorong KPK mengajukan perlawanan hukum terhadap putusan praperadilan itu. Memperbaiki proses dan prosedur sesuai dengan aturan hukum merupakan ekspresi bentuk perlawanan terhadap korupsi. Jika KPK punya dua alat bukti yang kuat, menetapkan kembali mereka sebagai tersangka tidaklah salah.

Dengan banyaknya ancaman terhadap KPK, kriminalisasi pimpinan KPK, permohonan praperadilan, akan berpengaruh terhadap seleksi pimpinan KPK. Tren menurunnya pelamar menjadi komisioner KPK harus diatasi dengan menggelorakan semangat pemberantasan korupsi yang hampir pudar. Kita apresiasi pernyataan pimpinan KPK yang merasa tidak menyesal memberantas korupsi meski menghadapi risiko dikriminalisasi. Masa depan pemberantasan korupsi juga ditentukan bagaimana Presiden Joko Widodo memainkan perannya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Titik Balik KPK".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger