Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 03 Juni 2015

TAJUK RENCANA: Penerbangan Pasifik Paling Berisiko (Kompas)

Cuaca buruk memaksa Andre Borschberg (62), pilot pesawat bertenaga surya, Solar Impulse 2, mendaratkan pesawatnya di Jepang, Senin (1/6).

Pesawat itu berangkat dari Nanjing, Tiongkok, Minggu, menuju Hawaii, Amerika Serikat. Sedianya pesawat berpilot tunggal itu akan terbang tanpa henti selama enam hari enam malam di atas Samudra Pasifik hingga mencapai Hawaii. Namun, cuaca buruk membuat Borschberg memutuskan untuk mendarat di Nagoya, Jepang. "Kami akan menunggu hingga cuaca membaik," ujar Borschberg, pebisnis dan insinyur Swiss.

Kru darat di lapangan terbang Nagoya itu sempat pontang-panting karena pesawat itu tidak dijadwalkan mendarat di sana. Borschberg sempat berputar di atas Nagoya menunggu persiapan kru di darat selesai.

Sejak awal, penerbangan keliling dunia dengan pesawat bertenaga surya itu merupakan perjalanan berat, terutama dari Nanjing hingga Kalaeloa, Hawaii, sejauh 8.200 kilometer. Penerbangan itu melintasi sebagian besar Samudra Pasifik. Dengan pesawat jet komersial berbadan lebar saja, yang memiliki kecepatan rata-rata 850 kilometer per jam, diperlukan waktu 10-11 jam.

Penerbangan keliling dunia itu sendiri akan menempuh jarak 35.000 km. Sejauh ini, secara bertahap, sejak 9 Maret lalu, pesawat bertenaga surya itu telah menempuh jarak sejauh 7.222 km. Bertrand Piccard, pilot yang telah menyelesaikan penerbangan pesawat itu sejak tiga bulan lalu, sebelum digantikan oleh Borschberg, menyebutkan, melakukan penerbangan keliling dunia dengan pesawat bertenaga surya itu sangat berat. "Ketika kami memulai proyek seperti ini, kami tahu, itu tidak mudah. Jika mudah, pasti sudah ada orang lain yang melakukannya," ujar Piccard, psikiatris Swiss, yang juga penerbang balon udara.

Kita mengikuti penerbangan bersejarah itu dan berharap pesawat bertenaga surya itu dapat menyelesaikan penerbangan keliling dunianya. Dunia memang memerlukan orang-orang yang berani mengambil risiko, seperti Piccard dan Borschberg, dua warga Swiss, untuk membuktikan bahwa sesuatu hal yang belum pernah dilakukan itu mungkin dilakukan.

Sejarah memperlihatkan, selalu ada orang-orang yang berani mempertaruhkan hidup mereka untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Orang-orang yang mendaftarkan diri menjadi astronot/kosmonot/taikonot adalah beberapa di antara mereka. Kita juga belum lupa, Felix Baumgartner, pilot helikopter dan eks anggota pasukan terjun payung Austria, yang 14 Oktober 2012, memecahkan rekor terjun bebas dari ketinggian lebih dari 39 kilometer, dan turun dengan kecepatan Mach 1,24, atau 1,24 kali kecepatan suara, atau sekitar 1.342,8 kilometer per jam.

Apa pun alasan yang melatarbelakanginya, sekadar berani karena hobi atau berani karena suatu tujuan yang lebih besar, sumbangan mereka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan itulah yang kita hargai dan hormati.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juni 2015, di halaman 6 dengan judul "Penerbangan Pasifik Paling Berisiko".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger