Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 01 Agustus 2015

Jaminan Hari Tua//Hak Jawab Komisi Penyiaran Indonesia (Surat Pembaca Kompas)

Jaminan Hari Tua

Sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan nomor 85K30013584 (30 tahun peserta) dan pensiun dari perusahaan pada 30 Juni 2015, saya mendatangi Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cirebon pada 2 Juli lalu untuk menanyakan perihal tata cara pencairan jaminan hari tua.

Oleh petugas BPJS Ketenagakerjaan, saya disodori surat BPJS tertanggal 26 Juni 2015. Saran petugas BPJS, jaminan hari tua (JHT) bisa diambil 10 persen, JHT 90 persen bisa diambil setelah umur 56 tahun. Karena itu, sesuai ketentuan BPJS Ketenagakerjaan, saya ambil JHT 10 persen tersebut.

Pada 3 Juli, timbul gejolak dan protes peserta BPJS Ketenagakerjaan perihal Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015. Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Tenaga Kerja dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan untuk segera merevisi PP No 45/2015.

Pada 3 Juli, ada surat dari Menteri Tenaga Kerja dan pada 7 Juli ada surat dari Dirut BPJS Ketenagakerjaan perihal pengambilan JHT bagi peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di bawah 30 Juni 2015 dan masa kepesertaan lima tahun dapat mencairkan JHT.

Petugas BPJS Ketenagakerjaan Cirebon menerangkan bahwa, karena saya sudah ambil JHT 10 persen, sisa JHT yang 90 persen baru bisa diambil setelah umur 56 tahun. Padahal, informasi dariKompas, TV Metro, dan TV Net (pembicara dari BPJS), pencairan JHT bisa dilakukan pekerja yang di-PHK atau mundur sampai 30 Juni 2015.

Mohon tanggapan Menteri Tenaga Kerja dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan perihal terlambatnya pencairan JHT saya. Karena waktu mencairkan JHT 10 persen, sebenarnya saya menuruti saja saran dari petugas BPJS Cirebon. Memang, akibat pencairan JHT 10 persen itu, sisa JHT 90 persen baru bisa cair setelah umur 56 tahun. Akan tetapi, bukankah sudah ada revisi terhadap PP No 45/2015?

TJONG THIAM HOK, JALAN GUNUNG MERAPI D XVIII/248, KECAPI, HARJAMUKTI, CIREBON, JAWA BARAT


Hak Jawab Komisi Penyiaran Indonesia

Menanggapi surat Bapak Antariksawan Jusuf di Kompas (8/7), "KPI dan Rapor TV", Komisi Penyiaran Indonesia menilai perlu memberi penjelasan. Meski demikian, KPI mengapresiasi hadirnya surat pembaca tersebut sebagai bagian dari perhatian terhadap kualitas penyiaran di Indonesia.

Ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan terkait hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi.

Pertama, KPI sebagai regulator dan masyarakat pada umumnya sesungguhnya memerlukan ketersediaan data mengenai perkembangan kualitas program siaran dari waktu ke waktu, yang tergambar dalam bentuk indeks kualitas program siaran yang diperoleh melalui kajian persepsi terhadap program siaran yang ada.

Potret ini penting untuk menjadi pijakan melihat sejauh mana dunia penyiaran berkembang dalam kerangka sistem penyiaran nasional dari sisi konten. Penyusunan dilakukan dengan melibatkan pendapat masyarakat, tecermin dari 810 responden yang tersebar di sembilan kota besar di seluruh Indonesia.

Kedua, cuplikan dari penelitian yang digunakan survei ini adalah pencuplikan acak, yang berarti semua program sebenarnya memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Hal ini dilakukan terhadap seluruh cuplikan dari sembilan program yang disurvei. Hanya saja kebetulan yang terpilih sebagai cuplikan ternyata sebangun dengan banyaknya jumlah aduan yang diterima KPI.

Ketiga, mengenai panel ahli yang menjadi responden dalam survei. Perlu diketahui bahwa konsep "ahli" tidak merujuk pada keahlian bidang ilmu atau profesi tertentu, tetapi lebih kepada keahlian memahami peraturan penyiaran sebagai tolok ukur penilaian karena mereka adalah interpreter. Hal terpenting justru mereka adalah masuk dalam kategoriheavy viewers (lebih dari empat jam menonton TV per hari) sehingga, ketika diberikan stimulan tayangan lima menit, mereka langsung bisa mengingat keseluruhan semesta konten sinetron itu karena mereka sudah memiliki endapan penilaian sejak lama.

Keempat, kehadiran survei yang dilaksanakan KPI bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan sembilan perguruan tinggi negeri di sembilan kota di Indonesia, serta mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk di antaranya dari Komisi I DPR dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

KPI masih terus melakukan penyempurnaan atas pelaksanaan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi ini. Pada akhir tahun 2015 direncanakan survei ini dapat terselenggara hingga lima kali. Dengan demikian, kita akan mendapat gambaran yang lebih utuh mengenai indeks kualitas terhadap program siaran televisi di Indonesia.

JUDHARIKSAWAN, KOMISI PENYIARAN INDONESIA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Agustus 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat kepada Redaksi ".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger