Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 25 September 2015

TAJUK RENCANA: Belajar dari Bencana Asap (Kompas)

Langkah pemerintah membekukan dan mencabut izin usaha empat perusahaan di Sumatera terkait kebakaran lahan patut diapresiasi.

Ketegasan pemerintah sangat ditunggu masyarakat mengingat kebakaran lahan dan hutan menimbulkan kerugian skala nasional. Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono, Rabu, mengumumkan, perusahaan pemegang konsesi perkebunan yang izinnya dibekukan adalah PT Langgam Inti Hibrindo (Riau) serta PT Tempirai Palm Resources dan PT Waringin Agro Jaya (Sumatera Selatan). Adapun pencabutan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam dilakukan terhadap PT Hutani Sola Lestari (Riau). Keputusan Kementerian LH dan Kehutanan itu berlaku sejak 21 September 2015.

Keempat perusahaan itu tetap wajib menjaga areal yang belum terbakar, antara lain dengan melengkapi peralatan pencegah kebakaran. Secara bersamaan proses pidana juga berjalan. Apabila terbukti sengaja membakar lahan atau hutan, akan ada sanksi pidana dan pencabutan izin. Di dalam UU Perkebunan dan UU Kehutanan secara jelas disebutkan, pada usaha perkebunan hukuman kurungan maksimum adalah 10 tahun dan denda Rp 10 miliar, sementara pembakar hutan terancam 1-15 tahun penjara dan denda Rp 50 juta-Rp 1,5 miliar.

Kekhawatiran yang akan terkena hukuman hanya pelaku di lapangan dicegah melalui UU Lingkungan Hidup yang menghukum pimpinan pemberi perintah.

Harian ini telah melaporkan bahwa kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi sejak lama. Misalnya, November 1979, seluas 550 hektar lahan reboisasi di Sulawesi Tenggara terbakar. Meski menimbulkan kerugian lingkungan, menurunnya produktivitas masyarakat, kerugian ekonomi langsung, serta protes dari Malaysia dan Singapura, tiap tahun kebakaran lahan dan hutan terus berulang.

Apabila pada masa lalu salah satu penyebab kebakaran hutan adalah peladang berpindah yang membuka lahan dengan membakar untuk meningkatkan kesuburan lahan dan menghemat tenaga serta waktu, kini pelaku pembakaran diduga adalah pemilik perkebunan besar dan pengusaha hak pengusahaan hutan.

Kebakaran lahan dan hutan tahun ini berkepanjangan, sulit dipadamkan, dan meluas dikarenakan musim kemarau panjang dan kering akibat fenomena iklim El Nino. Selain itu, pengusahaan perkebunan di lahan gambut yang tanpa mengikuti praktik budidaya tanaman yang baik dan tidak mempertimbangkan kelestarian lingkungan ikut memperburuk dampak kebakaran.

Kita ingin pemerintah menindak tegas pelaku pembakaran lahan, tetapi juga perlu obyektif dan adil, termasuk terhadap aparat yang lalai menjalankan tugas mencegah kebakaran. Mencegah kebakaran terulang lagi adalah juga tanggung jawab pengusaha, peneliti dan akademisi, serta masyarakat bersama-sama. Hendaknya ada pembelajaran dari bencana asap ini.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Belajar dari Bencana Asap".



Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger