Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 21 September 2015

Tajuk Rencana: Ketidakpastian Ekonomi Berlanjut (Kompas)

Ketidakpastian global menjadi penyebab nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan merosot dibandingkan dengan nilai pada awal tahun 2015.

Ketidakpastian bidang ekonomi Indonesia yang berasal dari faktor luar, yaitu rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, sudah terjadi sejak awal tahun. Ketidakpastian ini masih akan berlanjut setelah bank sentral Amerika Serikat pekan lalu tidak menaikkan suku bunga acuan untuk bulan September.

Situasi ketidakpastian itu telah menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi dari Rp 12.474 per dollar AS pada 2 Januari menjadi Rp 14.463 berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate. Indeks Harga Saham Gabungan sejak awal tahun melemah 16,2 persen. Bank Indonesia menyebut, sepanjang Januari-September 2015 dana asing yang masuk hanya Rp 40 triliun, sementara pada periode yang sama tahun lalu Rp 170 triliun.

Selain karena faktor luar, pelemahan nilai tukar dan harga saham sebetulnya juga menunjukkan investor belum melihat Indonesia sebagai tempat menarik berinvestasi.

Pemerintah terus berupaya menarik dollar AS masuk ke Indonesia. Salah satunya melalui paket kebijakan tahap pertama pada 9 September lalu. Paket tersebut tidak segera terasa dampaknya, terlihat dari nilai tukar rupiah yang terus melemah hingga akhir pekan lalu.

Stabilitas nilai tukar rupiah menjadi penting bagi Indonesia karena ketergantungan yang meningkat pada impor barang modal dan produk akhir barang konsumsi. Sejak reformasi 1998, proses industrialisasi sempat terputus dan ekspor Indonesia bergantung pada komoditas perkebunan (minyak sawit) dan barang tambang (batubara) yang setahun terakhir harganya jatuh di pasar global.

Pada sisi lain, sistem keuangan kita masih perlu dikembangkan dari sisi ukuran, likuiditas pasar, akses individu pada jasa keuangan, serta kelembagaan yang membuat jasa keuangan bekerja efisien dan berkelanjutan.

Sementara ini paket deregulasi yang ditawarkan pemerintah yang bertujuan menciptakan persepsi Indonesia tetap menarik untuk investasi langsung belum memberi dampak sesuai harapan.

Pada saat bersamaan kita menghadapi sumber ketidakpastian yang lebih sulit diprediksi, yaitu perekonomian Tiongkok. Sejumlah pihak menyangsikan pertumbuhan ekonomi di negara itu setinggi angka resmi. Jika pertumbuhan riil lebih rendah daripada target, bukan tidak mungkin pemerintah akan mendevaluasi yuan lagi. Hal ini menjadi ancaman pada nilai tukar rupiah.

Dalam situasi ketidakpastian yang tinggi di tingkat global, upaya menunjukkan kepada calon investor bahwa Indonesia menguntungkan untuk investasi langsung hanya akan berhasil jika pemerintah menunjukkan kekompakan, tidak saling bersaing, sehingga menimbulkan kegaduhan yang memberi citra pemerintah tidak serius dengan janji yang ditawarkan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Ketidakpastian Ekonomi Berlanjut".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger