Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 03 September 2015

TAJUK RENCANA: NIIS dan Gagasan Perdamaian Suriah (Kompas)

Perang di Suriah harus dihentikan! Perdamaian harus ditegakkan. Hal itu disepakati oleh banyak pihak, semua pihak, terutama yang terlibat.

Apalagi sudah lebih dari 300.000 orang tewas akibat perang yang pecah sejak tahun 2011 itu. Jumlah orang yang tewas itu belum termasuk ribuan lagi yang luka dan menderita, serta jutaan yang terpaksa harus mengungsi, tidak hanya meninggalkan kampung halaman, tetapi bahkan meninggalkan Suriah, misalnya, ke Turki, Jordania, Lebanon, dan bahkan kini masuk ke daratan Eropa.

Akan tetapi, pertanyaannya adalah bagaimana menegakkan perdamaian yang adil di negeri yang sudah terpecah-belah karena konflik sektarian itu? Perang pasti akan pecah lagi kalau perdamaian yang dapat dicapai dirasakan tidak adil oleh salah satu pihak saja.

Upaya mencari perdamaian sudah berkali-kali dilakukan. Tahun lalu, PBB, AS, dan Rusia berhasil membawa pihak-pihak yang terlibat dalam pertumpahan darah untuk bertemu, berbicara, dan mencari solusi perang di Geneva, Swiss, yang kemudian disebut sebagai Perundingan Perdamaian Geneva II (Geneva I dilaksanakan pada tahun 2012). Perundingan berakhir, tetapi perang terus berkecamuk. Sampai utusan khusus PBB urusan Suriah, Lakhdar Brahimi, mengundurkan diri, dan kemudian digantikan oleh Staffan de Mistura.

Kini, Mistura menyodorkan solusi baru untuk perang Suriah. Ada tiga tahap. Tahap pertama, perundingan antara pemerintah dan oposisi untuk membentuk pemerintahan transisi, dan diusahakan ada gencatan senjata.

Pemerintahan transisi memiliki otoritas eksekutif penuh, terutama dalam bidang militer dan keamanan. Pada tahap kedua ini dibentuk Kongres Nasional Suriah yang anggotanya wakil dari pemerintah, oposisi, dan masyarakat madani. Tahap ketiga, evaluasi konstitusi, digelar pemilu parlemen dan presiden di bawah pengawasan PBB.

Yang menarik dari hasil tahap pertama, bisa berjalan, adalah masih dilibatkannya Presiden Bashar al-Assad, yang diberi tugas urusan protokoler pada masa transisi. Sejak semula, pelibatan Bashar ini menjadi titik persengketaan antara, misalnya, AS dan Rusia. AS menentang, Rusia mendukung, tentu masing-masing dengan argumen dan alasan masing-masing sesuai dengan kepentingan nasional mereka.

Terlepas dari perdebatan soal Bashar itu, kondisi di lapangan memang mengharuskan segera tercapai kesepakatan damai antara pemerintah Bashar dan kelompok oposisi bersenjata. Faktor "pemaksa" perdamaian itu adalah semakin kuat dan meluasnya kekuasaan kelompok bersenjata Negara Islam di Irak dan Suriah. Ini juga yang mendorong negara-negara kuasa besar bersatu padu untuk secepatnya mengupayakan perdamaian, sebelum Suriah jatuh ke tangan NIIS, dan mereka juga akan merugi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 September 2015, di halaman 6 dengan judul "NIIS dan Gagasan Perdamaian Suriah".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger