Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 20 Oktober 2015

Tajuk Rencana: Bola di Antara Roti dan Sirkus (Kompas)

Lupakan konflik PSSI dan Kemenpora yang berujung skors FIFA. Final Piala Presiden yang berlangsung Minggu (18/10) telah berakhir manis.

Final yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno itu telah menjadi obat penawar bagi kevakuman atraksi olahraga yang sangat populer ini.

Dari perhelatan itu, kita bisa membuat sejumlah catatan. Pertama, dari khazanah peribahasa Latin populer, satu di antaranya berbunyi panem et circenses, yang artinya 'roti dan sirkus'. Keduanya adalah kebutuhan dasar manusia. Ya, roti dan sirkus adalah makanan dan hiburan untuk membuat seseorang bahagia. (Diambil dari Satires, kumpulan puisi satir karya Juvenal, penyair Romawi yang hidup antara abad I dan II Masehi.)

Itu pula kiranya yang hari-hari ini sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia. Karena itulah, ketika Persib dan Sriwijaya FC melaju ke final, dan bermain penuh semangat, masyarakat pun terhibur. Final Minggu lalu itu bisa disebut telah menjadi roti dan sirkus bagi pencinta sepak bola dan masyarakat umum.

Memang muncul pertanyaan, mengapa menghadapi final pertandingan sepak bola kita harus mengerahkan ribuan aparat keamanan?

Syukurlah, kehadiran aparat yang meyakinkan di berbagai tempat strategis mampu meredam potensi kerusuhan. Hal ini menegaskan pada kita bahwa terhadap pihak yang ingin bertindak buruk, negara perlu hadir, dan hadir dengan tegas meyakinkan.

Berikutnya, laga Piala Presiden berlangsung justru ketika sepak bola nasional tengah dikenai sanksi FIFA. Seperti kita baca kemarin, final Persib-Sriwijaya FC lalu menjadi semacam oase. Stadion berkapasitas 88.000 orang dipadati setidaknya 75.000 penonton, termasuk Presiden RI. Sungguh itu satu antusiasme besar.

Namun, yang dibutuhkan, menurut tokoh sepak bola Nil Maizar, adalah oase atau mata air yang berkelanjutan. Kita sepandangan bahwa yang kita dambakan adalah persepakbolaan dengan mutu yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

Mengikuti arahan Presiden Joko Widodo, sepak bola harus mempersatukan. Yang dimaksud Presiden tentu tidak hanya mempersatukan para pemain di lapangan, tetapi juga suporter tim-tim yang berlaga, serta masyarakat pencintanya. Yang tidak kalah penting tentu juga mempersatukan semua organisasi pemangku kepentingan.

Masyarakat telah menilai, kisruh berkepanjangan di lingkungan organisasi sepak bola juga menjadi salah satu sumber keterbelakangan prestasi.

Jika kita bangsa pembelajar, keberhasilan perhelatan Piala Presiden harus menjadi bahan dan momentum pembelajaran, baik untuk penataan organisasi maupun selanjutnya untuk menumbuhkan prestasi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Bola di Antara Roti dan Sirkus".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger