Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 24 November 2015

Kemacetan di Cilebu//Tanggapan BI soal ”Pishing”//Diskriminasi Guru//Tanggapan San Diego Hills (Surat Pembaca Kompas)

Kemacetan di Cilebut

Saya sebagai warga Cilebut Barat pengguna kendaraan roda empat, merasa tidak nyaman di jalan saat pulang dari tempat kerja. Penyebabnya adalah kesemrawutan dan kemacetan di simpang tiga depan Stasiun Cilebut.

Lalu lintas di sana selalu lancar pada pagi hari, saat saya berangkat bekerja sekitar pukul 05.00. Namun, saat pulang, sekitar pukul 19.00 jalan selalu macet. Panjang antrean bisa mencapai 200 meter. Untuk mencapai rumah yang jaraknya hanya 300 meter dari stasiun, perlu waktu 25-40 menit.

Saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana para preman atau pak ogah, meminta "jatah" dari para pengemudi angkutan kota (angkot) No 07, trayek Pasar Anyar-Bojonggede. Kegiatan ini mengganggu kelancaran lalu lintas dan menyebabkan kemacetan.

Saya mengusulkan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk memindahkan pintu keluar-masuk stasiun dari simpang tiga, jalan yang menjadi akses warga Cilebut keluar-masuk ke berbagai lingkungan pemukiman dengan kendaraan roda dua, roda empat, atau berjalan kaki.

RINI, PERUM PESONA CILEBUT, CILEBUT, BOGOR


Tanggapan BI soal "Pishing"

Harian Kompas (15/10) memuat Surat Pembaca soal tindak kejahatan pishingatau pencurian data pribadi lewat internet yang ditulis Saudara Puwanto Fandy Bujono. Dapat kami sampaikan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Bank Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan tugas berdasarkan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

Kami berempati atas kejadian yang dialami Saudara Purwanto. Permasalahan tersebut sudah ditindaklanjuti Bank Indonesia dengan mengirim surat kepada Bank Mandiri dan Bank BNI tertanggal 9 Oktober 2015 terkait surat pengaduan yang bersangkutan.

Sesuai surat edaran Bank Indonesia No 16/16/DKSP tanggal 30 September 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran poin B No 7, disebutkan, "Pengajuan permintaan fasilitas paling lama 60 hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan dari penyelenggara".

Bank Indonesia membantu memfasilitasi proses mediasi antara Bank Mandiri, Bank BNI, dan Saudara Purwanto dalam menyelesaikan masalah ini.

DWI MUKTI WIBOWO, DEPUTI DIREKTUR DEPARTEMEN KOMUNIKASI BANK INDONESIA


Diskriminasi Guru

Sejak tahun 2010 saya menjadi guru honorer madrasah aliyah negeri (MAN) di Jakarta. Entah kenapa, saya merupakan satu-satunya dari beberapa guru honorer yang Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK)-nya tidak keluar. Saya hanya mendapat PegID, 2013.

Akhir Agustus 2015 saya mengurus NUPTK untuk memperoleh Subsidi Tunjangan Fungsional-Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil (STF-GBPNS) tahun 2015 dari Kementerian Agama.

Atas saran staf pendidikan madrasah tempat saya bekerja, saya mengurus ke Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) DKI Jakarta. Dijelaskan tentang NUPTK, persyaratan mendapatkan, serta bedanya dengan PegID. Kesimpulannya, saya tidak berhak mendapatkan NUPTK karena saya berstatus guru honorer di madrasah negeri. Masalah akan berbeda jika saya berstatus guru sekolah swasta.

Saya ingin mendapat penjelasan dari Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (dulu BPSDM) Kemdikbud, kenapa ada diskriminasi persyaratan penerbitan NUPTK dengan PegID? Dari Dirjen Pendidikan Islam Kemenag saya juga ingin mendapatkan jawaban, kenapa NUPTK menjadi syarat untuk mendapatkan STF-GBPNS tahun 2015, sementara pada 2013 persyaratan tersebut tidak ada?

DWI CANDRA KUSWORO, JAKARTA BARAT


Tanggapan San Diego Hills

Sehubungan dengan Surat Pembaca diKompas (8/11) kami atas nama manajemen San Diego Hills Memorial Park dengan ini menyampaikan bahwa telah terjadi kesalahpahaman dengan Bapak Jimmi Setiawan.

Sejak berdirinya San Diego Hills Memorial Park pada Januari 2007, telah diberlakukan kebijakan peraturan pembelian tanah makam termasuk pemakaman kerangka. Untuk kerangka kedua dan seterusnya dapat dimakamkan pada lahan yang sama asal tak perlu tambahan luasan melebihi unitsingle burial.

Pelanggan dapat membeli lagi hak pemakaman kerangka berikutnya Rp 2 juta per kerangka. Penjelasan ini telah diterima baik oleh yang bersangkutan dan masalah telah diselesaikan.

EDWARD DANNY SUHENDA, ASSOCIATE DIRECTOR, SAN DIEGO HILLS MEMORIAL PARK

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 November 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger