Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 28 November 2015

Tajuk Rencana: Berkompetisi dengan Berdaya Saing (Kompas)

Presiden Joko Widodo mengingatkan, Indonesia harus siap berkompetisi di dunia yang terus membentuk integrasi kawasan dan integrasi ekonomi.

Berbicara dalam Kompas100 CEO Forum, Kamis (26/11), di Jakarta, Presiden dalam konteks kesepakatan perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pasifik menekankan, kita harus berani bersaing. Ketakutan bersaing akan membuat kita menutup diri dengan kerugian pada Indonesia.

Presiden berjanji mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan Indonesia, lalu mencarikan jalan mengatasi kelemahan dan mendorong kekuatan kita.

Pernyataan Presiden datang dalam waktu tepat. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) resmi berlaku 31 Desember 2015, diundur dari kesepakatan awal 1 Januari 2015 sebab hampir semua negara anggota mengaku belum siap.

Selain MEA, Indonesia juga mengikatkan diri pada kesepakatan perdagangan bebas kawasan Asia-Pasifik melalui Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang beranggotakan 21 negara.

Jauh sebelumnya, kepulauan Nusantara adalah kawasan yang selalu terbuka karena letak geografisnya. Denys Lombard, Indonesianis dari Perancis, memaparkan silang budaya berabad-abad lalu yang dibawa melalui jalur perdagangan bangsa-bangsa ke Indonesia, khususnya Jawa, dalam bukunya yang penting, Le carrefour javanais (Nusa Jawa: Silang Budaya, terjemahan).

Ke depan, persaingan semakin tajam. Jumlah penduduk dunia saat ini 7,3 miliar orang akan menjadi 8,3 miliar-10,9 miliar orang pada 2050. Akan terjadi perebutan sumber daya alam yang semakin terbatas di tengah dampak negatif perubahan iklim di banyak negara.

Keinginan memakmurkan rakyat mendorong tiap negara menguasai sumber ekonomi dan dampaknya dapat langsung pada Indonesia. Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif kita pada sawit, misalnya, menarik banyak negara, mulai dari Amerika Selatan hingga Tiongkok, untuk juga mengembangkan tanaman tersebut.

Sejarah peradaban memperlihatkan, negara-negara yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi akan makmur. Negara berkembang, seperti Tiongkok, secara bertahap mengalihkan ekonominya dari negara industri manufaktur padat karya dengan buruh murah menuju negara berbasis inovasi. Anggaran risteknya naik terus, tahun ini 2,2 persen dari produk domestik bruto, sementara Indonesia memberi kurang dari 1 persen.

Kita memang tidak boleh takut bersaing. Namun, untuk memenangi persaingan harus memiliki strategi. Selain mengenali keunggulan, kita juga perlu memastikan daya saing itu berkelanjutan melalui penyiapan kelembagaan dan sumber daya manusia. Tanpa komitmen berkesinambungan, keunggulan itu mudah dipatahkan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Berkompetisi dengan Berdaya Saing".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger