Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 13 November 2015

Tajuk Rencana: Hanya Mendapat Racun (Kompas)

Luar biasa dramatis kisah dari Gunung Botak. Gunung di Kabupaten Buru, Maluku, ini semula daerah yang tenteram dan damai.

Namun, semenjak transmigran asal Banyuwangi bernama Tarno secara tak sengaja menemukan emas di sana, kabar menyebar dan tak kurang dari 20.000 petambang ambil bagian dalam aksi perburuan emas tersebut, yang sekarang tinggal tersisa sekitar 4.000 orang.

Kantor Perwakilan Komnas HAM Maluku menyebut, sudah lebih dari 1.000 petambang tewas, baik karena dibunuh maupun mengalami kecelakaan kerja.

Gunung Botak mengingatkan orang pada kisah tipikal perebutan daerah pertambangan di mana otoritas setempat kalah cepat dengan dinamika perkembangan yang ada. Mengapa kondisi bisa berkembang hingga demikian khaotis tanpa tampak ada upaya peredaman dari awal?

Tidak kalah seriusnya perihal kerusakan lingkungan yang terjadi. Setelah petambang mengetahui cara pemisahan emas dari tanah dengan menggunakan logam merkuri dicampur sianida, cara ini digunakan secara massal. Celakanya, petambang sembarangan membuang limbah pengolahan di sekitar permukiman dan sungai sehingga menimbulkan pencemaran.

Wartawan harian ini menulis, kini, nafsu akan emas telah menimbulkan kubangan besar dengan garis tengah sekitar 1 kilometer dan kedalaman sekitar 200 meter. Lingkungan rusak, manusia hidup tak dihargai, dan potensi perluasan pencemaran menguat.

Di luar bayangan, apa yang terjadi di tempat terpencil seperti di Buru berpotensi mengganggu biota laut yang kini menjadi lumbung ikan nasional. Hal ini terjadi karena lokasi pengolahan material tambang berada di pinggir sungai. Saat hujan, limbah merkuri mengalir melalui sungai dan terbawa hingga ke Teluk Kayeli.

Kini, teluk ini sudah tercemar. Padahal, dari teluk ini ikan-ikan kecil menyebar ke tempat jauh. Teluk Kayeli juga merupakan jalur migrasi ikan tuna yang bergerak menuju Laut Arafura hingga Australia.

Satu-satunya cara menghentikan pencemaran lingkungan adalah menutup penambangan liar di Gunung Botak dan menghentikan penggunaan bahan berbahaya. Jika tidak, ancaman terhadap keamanan perikanan tangkap di Maluku, bahkan Indonesia, bakal meluas.

Kita harus belajar dari pengalaman penambangan emas liar di Gunung Botak ini. Hal seperti ini tidak mustahil terjadi di wilayah lain mengingat Tanah Air kita menyimpan sumber daya alam sangat kaya. Jangan sampai masyarakat yang tidak terkait dengan penambangan liar hanya terkena dampak racun dan lingkungan yang rusak.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Hanya Mendapat Racun".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger