Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 23 April 2016

Ironi Buku di Kemendikbud//Perlu Penjelasan//Kecewa pada Layanan Pos (Surat Pembaca Kompas)

Ironi Buku di Kemendikbud

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyampaikan keinginannya untuk memberikan beasiswa kepada para penulis buku. Keinginan ini pantas diapresiasi karena tak akan ada kemajuan tanpa buku.

Sayangnya, niat baik Mendikbud disampaikan saat sedang diimplementasikannya kebijakan-kebijakan dari Kemendikbud yang justru tak ramah buku.

Pertama, kebijakan peleburan Pusat Perbukuan ke Pusat Kurikulum. Kedua, kebijakan peniadaan kegiatan lomba penulisan buku yang sudah dilaksanakan Pusat Perbukuan sejak tahun 1980-an.

Penghapusan sudah dilakukan sejak 2014 dan hingga kini belum ada tanda-tanda akan dihidupkan kembali. Padahal, dari lomba tahunan ini telah lahir banyak buku bermutu.

Ketiga, kebijakan penghentian penerbitan naskah buku pemenang lomba sejak 2007-2013. Naskah buku bermutu para pemenang lomba tertumpuk tak bermanfaat di Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Padahal, andai saja naskah itu diterbitkan, manfaatnya tentu akan lebih banyak lagi.

MOCHAMAD SYAFEI

Guru SMPN 135 Jakarta

Jl Teluk Palu, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur

Perlu Penjelasan

Dalam berita KTT Keamanan Nuklir,Kompas,Senin (4/4), disebutkan bahwa "Indonesia merupakan salah satu negara pelapor untuk tak lagi mengolah bahan baku nuklir highly enriched uranium(HEU), yakni bahan yang mengandung uranium 99 persen". Juga dikatakan bahwa "Melalui... (Inuki), Indonesia mengubah HEU menjadi low enriched uranium... dengan pengayaan... kurang dari 20 persen".

Benarkah Indonesia pernah mengolah HEU? Sebagai penanda tangan Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT) yang bisa disidak kapan saja oleh IAEA, mungkinkah Indonesia mengembangkan teknologi pengayaan uranium? Benarkah yang diubah menjadi LEU oleh Inuki ialah HEU dengan pengayaan 99 persen U-235, yang berarti sudah bermutu senjata (weapons grade)?

Saya mengharapkan penjelasan dariKompas/BATN/Bapeten/Inuki.

LIEK WILARDJO

Jl Kasuari 2, Salatiga

Kecewa pada Layanan Pos

Saya kecewa pada layanan PT Pos Indonesia. Pada 6 April 2015 saya mengirim wesel pos lewat Kantor Pos Kalisari, Jakarta Timur. Ternyata, kiriman uang tidak diambil orang yang dituju.

Setelah mengecek status wesel pada akhir Mei 2015, saya melapor ke Kantor Pos Kalisari dan berniat menarik kembali wesel itu. Ibu Maryani, pegawai kantor pos tersebut, saya diminta menyerahkan bukti resi wesel. Ia juga bilang, penarikan kembali wesel akan diurus ke Kantor Pos Rawamangun, Jakarta Timur, dalam tempo 1-2 bulan.

Awal Juni 2015 saya pindah untuk kembali tinggal di kampung halaman. Pada Oktober 2015, Ibu Maryani mengirim SMS, meminta nomor telepon seluler dari keluarga pihak tujuan pengiriman wesel. Katanya, agar ia dapat dihubungi pimpinan Kantor Pos Demak. Saya berpikir, uang kiriman sudah diambil pihak penerima dan urusan selesai.

Namun, ketika pada Desember 2015 saya iseng mengecek kembali status wesel di Kantor Pos Mangu, Ngesrep, Ngemplak, Boyolali, kantor pos terdekat dari rumah, ternyata status wesel masih tidak aktif.

Saya meminta petugas Kantor Pos Mangu membantu menyelesaikan masalah ini, tetapi dijawab tidak bisa dan harus diselesaikan di Kantor Pos Pusat. Saya pun mengirim SMS ke Ibu Maryani, tetapi tidak ada respons.

Pada 1 Maret 2016, pukul 08.30, saya mendapat telepon dari (021) 4890777. Seorang pegawai perempuan yang mengaku berasal dari Kantor Pos Rawamangun memberi tahu bahwa wesel pos saya berstatus tidak aktif dan meminta saya datang ke Kantor Pos Rawamangun dengan membawa identitas dan meterai.

Saya jawab, saya tidak bisa ke Jakarta karena sekarang saya tinggal di kampung. Petugasmengatakan, ia akan bertanya ke atasannya dan menutup telepon.

Sampai saat surat ini ditulis, tidak ada lagi kejelasan tentang penyelesaian penarikan kembali wesel pos saya yang sudah berjalan setahun. Begitu rumitkah proses kerja di kantor pos? Buat apa membuka kantor pos di berbagai daerah jika untuk menyelesaikan setiap masalah kita tetap harus datang ke Jakarta atau ke kantor pos pusat Bandung?

Saya enggan ke Jakarta karena biaya untuk ke Jakarta jauh lebih besar dari nilai wesel yang akan saya tarik kembali.

MUNADI

Tegalrejo, Ngesrep, Boyolali, Jawa Tengah

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 April 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger