Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 15 April 2016

TAJUK RENCANA: Mencari Akar Masalah JKN (Kompas)

Akibat klaim berobat lebih besar dibandingkan dengan penerimaan iuran peserta, pendanaan JKN 2016 diperkirakan defisit Rp 7 triliun.

Perkiraan defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah sering kali dilontarkan. Upaya menekan defisit dengan menaikkan iuran peserta. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016, iuran JKN untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) naik dari Rp 19.225 menjadi Rp 23.000 per orang per bulan. Besaran iuran ini juga berlaku bagi PBI yang didaftarkan oleh pemerintah daerah atau integrasi jaminan kesehatan daerah dengan JKN yang jumlahnya mencapai 103,7 juta peserta.

Iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 30.000, kelas II dari Rp 42.500 menjadi Rp 51.000, dan kelas I naik dari Rp 59.500 menjadi Rp 80.000.

Namun, kenaikan iuran PBI yang pesertanya mencapai 64 persen dari total peserta dan sepenuhnya ditanggung pemerintah ini dirasa belum cukup. Menurut data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, rata-rata iuran yang diterima pada 2015 sebesar Rp 27.000 per orang per bulan, sedangkan klaim yang dibayar rata-rata Rp 33.000 per orang per bulan.

Pada 2016 ini, kalaupun ada kenaikan iuran yang akan diterima BPJS Kesehatan, rata-rata klaim yang dibayar pun diperkirakan meningkat. Diduga, sampai akhir 2016 nanti, defisit antara penerimaan dan pengeluaran mencapai Rp 7 triliun.

Selain iuran, keanggotaan JKN juga dinilai kurang proporsional. Jumlah peserta yang berasal dari pekerja penerima upah (PPU) hanya 38,7 juta atau sekitar 23,5 persen. Padahal, karena kesadaran pada kesehatan, peserta PPU umumnya jarang pergi berobat dan iuran yang dibayarkan juga lebih besar.

BPJS Kesehatan berniat menggenjot tingkat kepesertaan dari PPU ini karena sesuai UU BPJS Kesehatan, setiap badan usaha wajib mengikutsertakan pekerjanya menjadi anggota JKN. Sebagian pengusaha enggan karena pelayanan JKN belum optimal. Apalagi, semua peserta JKN harus melalui tahapan pelayanan di tingkat bawah.

Kita sepakat, JKN harus terus berlanjut karena masyarakat sudah merasakan manfaatnya. Namun, kita berharap masyarakat dan pengusaha juga mematuhi ketentuan demi keberlangsungan JKN. Di sisi lain, BPJS Kesehatan juga harus berupaya meningkatkan pelayanan mengingat selama ini banyak keluhan yang muncul.

Kita tidak meragukan komitmen pemerintah untuk melanjutkan JKN. Kita berharap pemerintah bersama pihak terkait mencari jalan keluar agar prinsip gotong royong seperti dicita-citakan dapat mewujud dalam JKN.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2016, di halaman 6 dengan judul "Mencari Akar Masalah JKN".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger