Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 20 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Delapan Belas Tahun Reformasi (Kompas)

Tanggal 21 Mei, delapan belas tahun lalu, Soeharto mengumumkan pemberhentian dirinya sebagai presiden dan digantikan Wakil Presiden BJ Habibie.

Soeharto memutuskan berhenti sebagai presiden kedua menyusul penolakan 11 menteri di bidang ekonomi, keuangan, dan industri untuk bergabung dengan Kabinet Reformasi. Situasi politik Jakarta kacau-balau. Kerusuhan sosial terjadi menyusul tertembaknya empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, 13 Mei 1998.

Mundurnya Soeharto menandai berakhirnya Orde Baru. Indonesia memasuki era demokrasi. Kebebasan berpolitik dibuka, kebebasan berekspresi dilonggarkan, pers menikmati kebebasan, daerah diberikan otonomi. Militer pun mundur dari panggung politik. Konstitusi diubah dan mengembalikan rakyat sebagai pihak berdaulat untuk memilih sendiri pemimpinnya secara langsung.

Dibandingkan dengan sektor lain, reformasi TNI sukses di mata publik. Sejumlah survei yang dilakukan harian ini menandakan keberhasilan reformasi TNI. Jajak pendapat harian ini, 5 Oktober 2015, menggambarkan citra positif TNI berada di angka 76,5 persen. Capaian tertinggi. Militer menjadi prajurit profesional. Itulah capaian besar dari gerakan reformasi 1998.

Citra positif TNI haruslah terus dijaga sehingga tak perlu terjebak dalam day to day politics. Era kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, kebebasan mendapatkan informasi perlu tetap dijaga. Janganlah ada pikiran untuk memberangus hak dasar masyarakat seperti yang dilakukan pada era Orde Baru. Jika itu terjadi, itu berarti langkah mundur demokrasi Indonesia. Jangan pula berpikir untuk menghambat kebebasan sipil karena itu akan memutar jarum sejarah.

Meski demikian, kritik bahwa reformasi telah kebablasan perlu didengar. Demokrasi memang terasa begitu gaduh karena kekuasaan yang tersebar dan pengaruh media sosial yang begitu masif.Checks and balance antarcabang kekuasaan berlangsung. Namun, fakta menunjukkan perjalanan demokrasi 18 tahun, meski dirasakan sebagian orang begitu gaduh, tetap bisa dilalui. Stabilitas politik tetap terjadi.

Namun, tetap harus diakui, di era demokrasi yang terbuka, penetrasi ideologi transnasional, ideologi yang tidak sejalan dengan Pancasila, juga berkembang. Dalam konteks inilah sebenarnya peranan pemerintah diperlukan untuk membumikan ideologi negara Pancasila. Delapan belas tahun reformasi memang belum bisa meniadakan korupsi yang kian merajalela. Kesenjangan ekonomi kian melebar. Praktik intoleransi masih terjadi. Itulah pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan bangsa ini agar tetap dalam sistem demokrasi konstitusional.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Delapan Belas Tahun Reformasi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger