Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 10 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Masalah Pendidikan Calon Dokter (Kompas)

Pembukaan delapan fakultas kedokteran baru di tahun kuliah 2016/2017, padahal 37 persen FK yang ada berakreditasi C, memicu wacana.

Ada pendekatan berbeda antara Kemristek dan Dikti dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Antara pemenuhan kebutuhan sehingga setiap provinsi minimal mempunyai satu fakultas kedokteran (FK) di satu pihak, dan terpenuhinya kualitas dokter sesuai yang dipersyaratkan sehingga persoalan terletak pada persebaran di lain pihak.

Pendekatan Kemristek dan Dikti yang kuantitatif memperbaiki rasio ideal satu dokter untuk 2.500 warga. Pendekatan IDI yang mengkhawatirkan dikesampingkannya mutu, lebih memfokuskan pada perbaikan masalah manajemen kesehatan. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sampai dengan April 2016, tercatat 110.773 dokter untuk 250 juta penduduk Indonesia atau rasio kecukupan dokter sudah terlampaui: 40 untuk 100.000 penduduk.

Kekhawatiran IDI dan KKI masuk akal. Hasil uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter sebagai syarat kelulusan yang dimulai pada 2015 menunjukkan sekitar 25 persen lulusan FK belum lulus. Masuk akal sebab mereka dihasilkan dari beragam FK yang 37 persen berakreditasi C. KKI mempersilakan pemerintah buka FK baru kalau dari 75 FK yang ada berakreditasi A dan B.

Yang membelit FK, termasuk yang perlu dipenuhi FK baru, tidak hanya persoalan tenaga pengajar, tetapi juga kepemilikan rumah sakit akademik. Membuka FK menuntut panggilan hati (passion), baik tenaga pengajar maupun mahasiswanya, termasuk motivasi pendiri.

Persyaratan passio menjadi faktor penting formatio (pembentukan) calon dokter yang selain terampil juga punya hati, yang tidak mendahulukan kepentingan diri, tetapi kepentingan pasien, yang tak hanya menyembuhkan, tetapi juga menyehatkan. Kita tidak memimpikan dokter ibarat "malaikat", tetapi formatio calon dokter tanpa penumbuhan passio, menumpulkan sumpah dokter ciptaan Bapak Kedokteran Hipokratos abad ke-5 SM itu.

Proses pendidikan calon dokter, karena itu, selain mahal juga unik. Mahal, demi tercukupinya sarana proses pembelajaran dan unik sebab yang ditangani bukan sekadar infrastruktur. Dalam penyelenggaraan FK, perlu dipertimbangkan keunikan pendidikan calon dokter. Mendirikan FK tanpa persiapan matang, hanya dimotivasi komersial, akan menggerogoti reputasi pendidikan kedokteran dan keluhuran profesi dokter di Indonesia.

Membatalkan rencana pembukaan delapan FK baru tidak mungkin. Memperbaiki persiapan barangkali bisa dilakukan. Artinya, ketika ke-8 calon FK itu belum memenuhi syarat rasio dosen mahasiswa dan rumah sakit akademik, lebih baiklah ditunda.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Masalah Pendidikan Calon Dokter".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger