Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 07 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Menghapus Kekerasan Seksual (Kompas)

Kematian remaja putri YY (14) yang diperkosa dan dibunuh 14 pria tidak boleh berlalu dengan hanya menghukum pelaku.

Pemerkosaan terhadap YY, siswi sekolah menengah pertama Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, menyulut kemarahan masyarakat. Presiden Joko Widodo dua hari lalu melalui akun Twitter @jokowi memerintahkan pelaku ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.

Pemerkosaan terhadap YY hanya puncak gunung es. Menurut Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual, setiap tahun meningkat. Setiap hari, menurut laporan Maret 2014, 20 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.

Pemerkosaan berbeda dari kejahatan kriminal lain karena yang diserang integritas tubuh akibat ketimpangan relasi kuasa antara perempuan dan pria.

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 September 2013 memublikasikan hasil survei terhadap 10.000 pria di Asia Pasifik, salah satunya di Indonesia, untuk mengetahui konsep dan perilaku laki-laki mengenai pemerkosaan.

Hasil survei menguatkan keyakinan selama ini bahwa kekerasan seksual atau pemerkosaan merupakan wujud subordinasi dan relasi tidak setara perempuan dan laki-laki. Pemerkosaan adalah bentuk kontrol laki-laki terhadap perempuan; laki-laki merasa berhak pada tubuh perempuan.

Kekerasan bisa terjadi di ruang publik dan di ruang pribadi, yaitu rumah, terhadap pasangan atau bukan pasangan. Kabar baik dari survei PBB, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dapat dicegah.

Kekerasan seksual terus terjadi karena cara pandang sebagian masyarakat masih menyalahkan perempuan, misalnya, melalui ungkapan tentang pakaian, riasan, atau perilaku perempuan yang menggoda. Masyarakat juga berlaku permisif, membiarkan sebagian besar pelaku tidak mendapat hukuman, seperti diungkap hasil survei PBB.

Menghukum pelaku dengan berat penting untuk menunjukkan kekerasan seksual tidak dapat diterima, apa pun alasannya. Tetapi, bukan dengan mengebiri seperti wacana belakangan ini, karena tidak menyelesaikan persoalan.

Menghapus kekerasan seksual dimulai dengan membangun kesadaran bahwa pemerkosaan adalah pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan perempuan, dimulai melalui komunitas; mengajak pria, terutama remaja, untuk menyayangi dan tidak berlaku kasar; menghentikan kekerasan pada anak karena kekerasan seksual merupakan perilaku yang dipelajari; dan menguatkan kesetaraan perempuan dan remaja putri untuk mengakhiri diskriminasi jender.

Tidak ada jalan pintas menghentikan kekerasan seksual karena yang diubah cara pandang masyarakat. Membuat undang-undang mencegah kekerasan seksual menjadi alat mempercepat perubahan tersebut.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Menghapus Kekerasan Seksual".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger