Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 21 Juni 2016

Prihatin Impor Ikan//Koper Hilang//Jalan Rusak//Komunikasi Putus (Surat Pembaca Kompas)

Prihatin Impor Ikan

Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan kebijakan mengimpor ikan dengan alasan kita kekurangan bahan baku ikan. Pasokan ini sebagian akan diolah dan kemudian diekspor.

Sebenarnya kebijakan ini tidaklah perlu apabila kebijakan pemerintah—dalam hal ini peraturan menteri (permen) yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan —dapat direvisi.

Peraturan tersebut membuat banyak kapal penangkap ikan tidak bisa beroperasi lagi karena melarang kapal yang berukuran di atas 150 GT beroperasi, melarang penggunaan alat tangkap pukat ikan, dan pukat tarik. Anehnya lagi permen juga melarang kapal-kapal buatan luar negeri untuk beroperasi, bukan hanya yang akan datang, tetapi juga yang sudah beroperasi.

Jelas saja unit pengolahan ikan (UPI) kekurangan pasokan bahan baku ikan, bahkan ada yang sudah tutup. Kesimpulannya, ikan memang melimpah, tetapi pelaku usaha perikanan tangkap dilarang beroperasi. Para nelayan yang beroperasi di kawasan teritorial tidak akan sanggup mencukupi permintaan UPI.

Nusantara jelas memiliki sumber ikan luar biasa, tetapi kita harus mengimpornya. Memprihatinkan.

OGY TRIWAN

Ketua Forum Komunikasi Pengusaha Perikanan Seluruh Indonesia (Forkopsi), Kebayoran Baru, Jakarta

Koper Hilang

Saya terbang dari Medan (KNO) ke Halim Perdanakusuma Jakarta (HLP) dengan Batik Air ID 7012, pukul 12.45-15.15 pada 17 Mei 2016.

Saya check-in dengan satu bagasi berupa koper hitam berisi barang pribadi. Namun, di Bandara Halim Perdanakusuma, tidak ada informasi di ban berjalan mana bagasi asal KNO keluar. Di situ ada dua ban berjalan dan bagasi ternyata campur aduk dengan barang penumpang penerbangan Batik Air dari kota lain.

Beberapa petugas bandara berseragam yang ditanya, memberi keterangan berbeda-beda. Saya pun bolak-balik dari ban berjalan 1 ke ban berjalan 2, tetapi koper tidak ditemukan.

Saya melapor dan membuat surat pengaduan. Petugas menganjurkan saya langsung ke kantor pusat Batik Air. Setelah lebih dari dua jam menunggu di bandara tanpa kabar, akhirnya saya pulang ke rumah saudara.

Pukul 21.00 saya menghubungi semua nomor yang diberikan, termasuk call centre Batik Air, tetapi tidak ada respons. Baru sekitar pukul 21.30 telepon diangkat. Itu pun hanya mengatakan, petugas sedang ke luar.

Esoknya saya langsung ke kantor pusat Batik Air di Jalan Gajah Mada, Jakarta. Petugas mengatakan, tidak ada bantuan dari Batik Air selama pencarian koper. Saya bertahan di kantor Batik Air sampai sore, akhirnya mendapat Rp 600.000 untuk 3 hari sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77/2011. Saya heran, mengapa hak konsumen baru diberikan setelah saya berjam-jam di kantor Batik Air?

Pada 19 Mei 2016 ada telepon dari Batik Air, menginformasikan ada koper hitam tanpa pemilik. Saya meminta foto koper dikirim via WhatsApp atau e-mail, tetapi tidak ada kabar.

Pada 26 Mei 2016 Batik Air mengirim SMS ke nomor adik saya, bahwa "Bagasi belum ditemukan, data laporan dikirimkan ke pusat bagasi di CGK".

Bolak-balik saya menelepon dan mengirim SMS ke semua nomor, respons mengecewakan. Ada yang menjawab lupa balas, ada yang kemudian menjawab tidak ada pulsa. Saya tidak melihat keseriusan Batik Air menangani masalah ini.

Agenda saya di Jakarta akhirnya terkendala karena kesulitan baju ganti dan urusan bagasi Batik Air yang melelahkan.

H SINAGA

Kelurahan Merdeka, Medan Baru, Medan

Jalan Rusak

Sebagian jalan di Desa Cinta Damai, Kecamatan Sukaresmi, Garut, rusak parah. Banyak lubang yang membahayakan pengguna jalan, terutama di malam hari, karena lampu penerangan jalan amat minim. Kecelakaan juga rawan terjadi saat hujan lebat, karena lubang-lubang itu tertutup genangan.

Banyak lubang yang berukuran relatif besar dan dalam, dengan kerusakan terparah di sepanjang Jalan Walahir, jalan utama menuju Desa Cinta Damai.

Saya berharap Pemerintah Kabupaten Garut segera memperbaikinya.

SITI RAHMI

Kampung Citamiang, Desa Cinta Damai, Garut

Komunikasi Putus

Saya mahasiswa yang berkomunikasi dengan orangtua lewat telepon. Mereka tinggal di perbatasan Garut-Tasikmalaya.

Bertahun-tahun kami menggunakanprovider 3 (tri) karena provider ini sering memberikan bonus telepon setiap mengisi pulsa. Namun, jaringannya sering tidak stabil ketika hujan turun. Suara terputus-putus tidak jelas, SMS pun jadi telat sampai.

NURUL HADI AMRULLAH

Jl Guntursari, Kampung Tajug, Garut

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Juni 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi"

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger