Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) per 18 Agustus 2016, sebanyak 5.767 wajib pajak mengikuti program pengampunan pajak. Total aset yang dilaporkan mencapai Rp 34 triliun. Jumlah itu terdiri dari deklarasi aset di dalam negeri Rp 28,7 triliun, deklarasi aset di luar negeri Rp 4,09 triliun, sedangkan repatriasi Rp 1,2 triliun. Sementara uang tebusan yang masuk ke dalam kas negara atas program ini baru mencapai Rp 693 miliar atau 0,4 persen dari target.
Dari data tersebut, jika dirata- rata, uang tebusan yang masuk ke kas negara dari program ini per hari hanya Rp 21,66 miliar. Dengan demikian, jika uang tebusan stabil seperti itu, uang yang akan masuk ke kas negara sampai program pengampunan pajak berakhir pada 31 Maret 2017 hanya Rp 5,57 triliun. Padahal, target yang diinginkan pemerintah dari program pengampunan pajak sebesar Rp 165 triliun. Tentunya hasil tersebut masih jauh di bawah target yang dicanangkan pemerintah.
Angka-angka yang disajikan di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa program pengampunan pajak belum berjalan mulus, masih banyak kendalanya. Penulis melihat perlunya sosialisasi yang terinci atas program ini agar bisa dimengerti wajib pajak sehingga wajib pajak tidak ragu mengikuti program pengampunan pajak.
Memang pemerintah telah memberikan banyak stimulus agar program ini bisa berjalan lancar sesuai harapan. Misalnya, dengan membebaskan pajak penghasilan atas balik nama tanah dan bangunan untuk keperluan program pengampunan pajak.
Terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dipungut pemerintah daerah yang masih tetap dikenakan, hal ini perlu jadi perhatian agar pemerintah daerah juga mendukung program pengampunan pajak dengan menurunkan tarif BPHTB yang 5 persen dari nilai transaksi. Langkah gubernur DKI yang sudah mengisyaratkan akan membebaskan BPHTB terhadap nilai tanah dan bangunan di bawah Rp 2 miliar patut diapresiasi.
Menghapus gundah
Selain itu, pemerintah harus terus-menerus memotivasi wajib pajak agar tak ragu mengikuti program ini. Hanya dengan memberikan sosialisasi kepada wajib secara intensif, wajib pajak akan terlepas dari kebingungan terhadap program pengampunan pajak. Pasal-pasal dalam UU Pengampunan Pajak yang membuat gundah wajib pajak dapat diperlunak dengan sosialisasi dan pendekatan yang baik ke wajib pajak agar mengikuti program pengampunan pajak.
Misalnya Peraturan Menteri Keuangan No 118/PMK.03/2016 tentang pelaksanaan UU No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak, pada Pasal 43 Ayat 4 Huruf d menyatakan: "Jika ditemukan data di kemudian hari mengenai harta yang belum dilapor atau kurang dilapor saat wajib pajak mengikuti program pengampunan pajak, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 persen. Hanya dengan pendekatan DJP kepada wajib pajak, maka pasal-pasal seperti ini akan menjadi lunak dan tidak membuat wajib pajak gundah".
Seribu satu kendala terjadi di lapangan, maka pemerintah- khususnya DJP-perlu terus membuat terobosan sehingga program pengampunan pajak bisa berjalan efektif. Salah satunya dengan menyederhanakan bentuk surat pernyataan dan elemen-elemen formulir pendukungnya yang saat ini diatur, yang masih merumitkan wajib pajak karena banyaknya isian data yang harus dilengkapi.
Setelah program pengampunan pajak, sistem perpajakan kita pun hendaknya dilakukan perubahan-perubahan mendasar sehingga memberikan rasa nyaman wajib pajak dan mendukung iklim investasi. Caranya mungkin dengan menurunkan tarif wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi, juga menggantikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan Pajak Penjualan (PPn) yang lebih sederhana. Sebagai pembanding: di Singapura tarif wajib pajak badan sebesar 17 persen, sedangkan Indonesia 25 persen. Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia 10 persen, sedangkan di Singapura Pajak Penjualan sebesar 7 persen.
Diperlukan upaya ekstra untuk menyukseskan program pengampunan pajak dengan dukungan semua pihak untuk menyosialisasikan dan membantu wajib pajak secara mendalam, baik dari kalangan DJP, akademisi, konsultan pajak, maupun praktisi perpajakan. Hanya dengan begitu, program pengampunan pajak dapat berjalan lancar walaupun jalan terjal masih mengadang karena tujuan utama program pengampunan pajak untuk membangun perekonomian negara.
IRWAN WISANGGENI
DOSEN TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Jalan Terjal Pengampunan Pajak".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar