Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 19 Agustus 2016

Kereta Ekonomi//Pembangunan Mengganggu//Larangan Angkut Penumpang (Surat Pembaca Kompas)

Kereta Ekonomi

Sabtu, 30 Juli 2016, saya dan anak saya naik kereta api Eko Lokal 348 tujuan Purwakarta dari Stasiun Kota, Jakarta. Meski sekarang layanan kereta api sudah jauh lebih baik, masih ada beberapa masalah yang kami alami.

Saat itu antrean calon penumpang panjang sekali, menunggu loket penjualan karcis buka pukul 12.30. Dalam perjalanan, kereta berhenti hampir di semua stasiun. Bahkan kereta berhenti di Stasiun Kemayoran untuk menaikkan penumpang di tengah palang pintu perhentian kereta.

Kursi duduk penumpang kereta juga masih model lama, berhadap-hadapan dengan komposisi kursi untuk 2 penumpang dan 3 penumpang. Gerbong sudah menggunakan AC, tetapi suhu ruangan gerbong sama sekali tidak terasa dingin. Saya dan beberapa penumpang terpaksa menggunakan kipas karena terasa panas dan sumpek di kereta.

Saya duduk di gerbong 8, di kursi yang tidak jauh dari toilet. Hampir semua penumpang di area tidak jauh dari tempat saya duduk, termasuk saya, menggunakan masker penutup hidung karena bau dari toilet yang menyengat.

Minggu, 31 Juli 2016, saya dan anak saya naik KA Eko Lokal 349 tujuan Jakarta dari Stasiun Purwakarta. Sama seperti saat berangkat, kereta berhenti hampir di semua stasiun. Bahkan, kereta mengangkut penumpang melebihi kapasitas kursi. Penumpang berdiri di gerbong saya.

Gerbong juga sudah menggunakan AC, tetapi suhu ruangan gerbong lagi-lagi tidak dingin. Saya dan para penumpang lain berkeringat dan menggunakan kipas, sementara anak-anak kecil menangis.

Apakah memang demikian standar KA Eko? Apakah karena harga tiketnya murah, Rp 6.000, layanannya jadi kurang layak? Semoga pengalaman saya ini menjadi bahan untuk perbaikan pelayanan PT Kereta Api Indonesia.

ROSSY TRI A

Jalan Petojo Sabangan XI, Jakarta Pusat

Pembangunan Mengganggu

Lebih kurang sudah hampir setahun berjalan, proyek pembangunan apartemen Grand Kamala Lagoon (GKL-PP) semakin mengganggu kami, penduduk yang tinggal di sekitarnya.

Suara bising berlangsung hingga larut malam. Belum lagi debu ataupun tower crane yang melintas. Akibatnya, rusaklah bangunan rumah seperti yang saya alami. Janji perbaikan rumah sudah sering saya dengar dan beberapa kali tim survei datang, tetapi hingga saat ini belum juga ada realisasinya.

Keretakan dinding rumah saya semakin parah, ditambah lagi dengan kondisi lantai keramik yang pecah dan plafon yang hampir lepas. Padahal, saya dan keluarga masih tinggal di situ. Setiap hari, kami diliputi rasa khawatir akan keselamatan kami.

Oleh karena itu, saya minta kepada pihak PP Property untuk segera menepati janji: memperbaiki rumah saya dan warga lainnya sekaligus mengurangi dampak pembangunan pada penduduk di sekitar proyek.

HENDRI

Warga Taman Cikas, Pekayon, Bekasi Selatan

Larangan Angkut Penumpang

Jumat, 12 Agustus 2016, saya tiba di Halte Transjakarta Grogol. Saat itu pukul 06.35. Seperti biasa saya mengantre di pintu khusus jurusan Grogol-Kebayoran Lama. Namun, bus transjakarta yang saya tunggu ternyata tidak berhenti.

Bus terus berjalan dan mengantre di belakang bus jurusan lain, tanpa membuka pintu ataupun menaikkan penumpang. Saya dan penumpang lain mengejar bus tersebut di setiap pintu, berharap pintu akan dibuka. Namun, bus terus berlalu. Saya berpikir mungkin bus tersebut mau mengisi bahan bakar, saya kembali antre di tempat semula.

Beberapa menit kemudian datang lagi bus jurusan Grogol-Kebayoran Lama, tetapi bus tersebut juga tidak berhenti. Seseorang mengajak saya naik dan mencegat bus di tempat penumpang turun. Awalnya kami tidak boleh naik, tetapi setelah mendengar penjelasan kami, kami diizinkan naik.

Di dalam bus kami bertanya, mengapa dua bus di depan kami tidak menaikkan penumpang? Jawaban petugas di dalam bus, mereka dilarang oleh pengendali membawa penumpang dari Grogol sampai Kebayoran Lama karena penumpang dari Palmerah ke arah Grogol menumpuk. Lho, memangnya penumpang di Grogol atau di halte lain yang tidak diangkut tidak menumpuk?

AGNESTIA

Sunter Agung Podomoro, Jakarta Utara

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Agustus 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger