Jet tempur Rusia bertolak dari Hamedan untuk menggempur posisi milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan Front Al-Nusra di Provinsi Deir al-Zour, Aleppo, dan Idlib di Suriah. Pasukan Pemerintah Suriah terus berjuang mempertahankan Aleppo dari tangan oposisi, yang dibantu Amerika Serikat dan sekutunya serta Arab Saudi.
Awal November 2015, Rusia dan Iran sepakat menandatangani kerja sama militer, khususnya dalam penanganan terorisme. Duta Besar Iran di Rusia, Mehdi Sanaei, menyatakan, kesepakatan itu merupakan babak baru hubungan Iran dan Rusia.
Senin (15/8), utusan khusus Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di Teheran. Sehari kemudian pesawat jet tempur Rusia terbang dari Hamedan menggempur posisi strategis NIIS dan Front Al-Nusra.
"Ini adalah kerja sama strategis yang menyenangkan dalam menyerang terorisme di Suriah dan kami berbagi fasilitas," ujar Ali Shamkhani, Kepala Dewan Keamanan Nasional Iran, Selasa (16/8).
Iran dan Rusia sama-sama mendukung kepemimpinan Presiden Bashar al-Assad di Suriah. Iran mengirim ribuan milisi Syiah untuk membantu Assad, bahkan bantuan juga datang dari milisi Hezbollah di Lebanon dan milisi Syiah dari Irak.
Hubungan Rusia dan Iran sempat tegang ketika terjadi Revolusi Islam pada tahun 1979. Bahkan, dalam perang Irak-Iran tahun 1980-1988, Rusia mendukung Irak. Ketika Uni Soviet terpecah, hubungan Rusia dan Iran mulai mencair. Menjelang pertengahan era 1990-an, Rusia mulai terlibat dalam proyek nuklir Iran.
Meski pada tahun 2010 mendukung sanksi PBB terhadap Iran, Rusia konsisten berupaya mengurangi efek dari sanksi tersebut. Setelah Iran menandatangani kesepakatan penghentian proyek nuklir dengan Barat awal tahun 2016, Iran menandatangani kontrak multi-miliar dollar AS dengan Eropa dan negara di Asia Pasifik. Akibatnya, impor Rusia ke Iran menurun.
Namun, kesamaan politik dan geopolitik kedua negara di Timur Tengah membuat hubungan Rusia dan Iran terus membaik. Iran mati-matian mempertahankan Assad yang beraliran Syiah dan Rusia mempertahankan Assad karena dialah satu-satunya pemimpin negara di Timur Tengah yang masih setia. Selebihnya, hampir semua negara di kawasan ini menjadi sekutu AS.
Makin dekatnya hubungan Rusia dan Iran, makin menyulitkan penyelesaian konflik di Suriah dan krisis kemanusiaan di sana. Dunia harus bersepakat untuk mengutamakan penyelesaian krisis kemanusiaan ini agar arus pengungsi ke Eropa bisa dikendalikan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Krisis Suriah Makin Kompleks".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar