Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 23 Agustus 2016

TAJUK RENCANA: Presiden Duterte Harus Mau Dengar (Kompas)

Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Minggu (21/8), mengancam bahwa Filipina akan keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Bukan itu saja, Duterte bahkan menyatakan dapat membentuk organisasi internasional tandingan PBB. Ancaman Duterte itu dilontarkan sebagai tanggapan terhadap dua pakar hak asasi manusia PBB yang mendesak Duterte dan otoritas Filipina untuk menghentikan pembunuhan di luar proses peradilan terhadap pelaku kejahatan narkoba, serta mematuhi ketentuan tentang HAM.

Data kepolisian Filipina menyebutkan, lebih dari 1.500 orang yang terkait dengan kejahatan narkoba dibunuh sejak Duterte menjabat sebagai Presiden Filipina, 30 Juni lalu. Semasa kampanye menjelang pemilihan presiden Filipina, Mei lalu, Duterte berjanji akan membunuh 100.000 penjahat narkoba.

Kita sungguh menyesal, ada sekitar 1.500 penjahat narkoba dibunuh di luar proses peradilan, tetapi kita lebih menyesal lagi melihat sikap Presiden Duterte yang sudah menutup diri terhadap kritik. Sebagai pemimpin tertinggi di suatu negara, seorang presiden seharusnya mau mendengar masukan atau kritik terhadap kebijakannya dari pihak mana pun. Apalagi kritik yang dilancarkan oleh dua pakar PBB itu pun masih dalam batas-batas yang wajar. Sebatas mengingatkan dan bukan dimaksudkan untuk mencampuri masalah dalam negeri Filipina.

Duterte juga harus ingat bahwa tujuan itu tidak menghalalkan cara. Sebaik apa pun tujuan yang ingin dicapai, jika dilakukan dengan cara yang salah, tindakan itu tetap salah. Dan, tindak kekerasan itu hanya akan memancing munculnya tindak kekerasan yang baru.

Kita sepenuhnya setuju dengan apa yang ingin dicapai Duterte, yakni membasmi kejahatan narkoba hingga ke akar-akarnya. Oleh karena, kita telah melihat kerusakan terhadap bangsa yang diakibatkan oleh penggunaan narkoba. Walaupun demikian, kita sangat berharap cara yang ditempuh itu tetap di dalam batas-batas yang diatur dalam undang-undang dan juga hukuman yang dijatuhkan terhadap penjahat narkoba itu dilakukan melalui proses peradilan.

Seorang presiden harus ingat bahwa dirinya tidak boleh melakukan sesuatu karena bisa melakukannya, tetapi dirinya melakukannya karena dibolehkan untuk melakukannya. Sama seperti manusia lainnya, seorang presiden juga manusia sehingga ia juga tidak luput dari kesalahan. Itu sebabnya, dalam menjalankan kekuasaannya, ia harus mau mendengar masukan atau kritik, yang kadang tidak sesuai keinginannya. Bukan tidak mungkin kebenaran ada di luar sana. Dan, dalam bertindak ia harus mengikuti rambu- rambu, yang diatur oleh undang-undang.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Presiden Duterte Harus Mau Dengar".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger