Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 15 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: PR Terbesar, Kembalikan Demokrasi (Kompas)

Mangkatnya Raja Bhumibol Adulyadej (88), Kamis (13/10), membuat kembalinya pelaksanaan demokrasi di Thailand menjadi tanda tanya besar.

Saat ini, Thailand dikuasai pemerintahan junta militer yang dipimpin Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha. Prayuth memperoleh kedudukannya sebagai perdana menteri setelah ia, sebagai Panglima Angkatan Darat berpangkat jenderal, melakukan kudeta pada 22 Mei 2014.

Prayuth menegaskan, kudeta itu dilakukannya untuk menghindari pertumpahan darah akibat unjuk rasa yang berlangsung selama tujuh bulan, sejak November 2013, untuk menentang Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, adik kandung Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang hidup di pengungsian.

Seperti pengalaman di banyak negara, kekuasaan itu membius. Setelah kekuasaan itu didapat, sulit sekali melepasnya kembali. Pada awal kudeta itu dilakukan, penguasa selalu berjanji akan menyelenggarakan pemilihan umum secepatnya. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, selalu dicari berbagai ragam alasan untuk menunda-nunda pemilihan umum hingga yakin akan menang dalam pemilihan umum itu.

Hal yang sama juga terjadi pada Prayuth. Ia berjanji mengadakan pemilihan umum pada pertengahan tahun 2017. Sebelumnya, ia menyusun konstitusi baru, yang memberikan peluang baginya untuk dapat terpilih sebagai perdana menteri dalam pemilihan umum. Bagaimana tidak, salah satu klausul Konstitusi Baru menetapkan, pemerintahan junta militer akan menunjuk anggota Senat, dengan mencadangkan kursi untuk para komandan militer yang akan mengawasi anggota parlemen yang dipilih lewat pemilihan umum.

Dengan masuknya kembali militer ke parlemen, militer dapat menjamin bahwa anggota parlemen yang dipilih dapat "ditekan" untuk mengikuti apa yang ditetapkan pemerintahan junta militer. Tidak berlebihan jika Kepala Dewan Keamanan Nasional Thailand Jenderal Thawip Netniyom mengatakan, "Para komandan militer itu akan melakukan apa yang disebutkan sebagai baby sitting(mengasuh bayi)."

Pertanyaan besar yang menggantung, apakah Perdana Menteri Prayuth yakin bahwa lewat klausul dalam konstitusi baru itu akan mengamankan posisinya sehingga akan tetap melaksanakan pemilihan umum pada tahun 2017? Bagaimana jika Perdana Menteri Prayuth menunda pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 2017? Selama 70 tahun dan 126 hari, Raja Bhumibol menjadi tokoh sentral, yang sangat dihormati rakyat, termasuk kalangan militer. Persoalannya, apakah Pangeran Maha Vajiralongkorn, yang menggantikan Raja Bhumibol, sanggup menjalankan peran sentral seperti ayahnya?

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "PR Terbesar, Kembalikan Demokrasi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger