Contohnya pekerja migran di Singapura. Menurut Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura, dari sekitar 130.000 pekerja asal Indonesia, yang terdaftar baru sekitar 86.000 orang. Yang tak terdaftar disebabkan pemberi kerja menggunakan tenaga agen untuk mendapatkan tenaga kerja Indonesia. Pendaftaran menguntungkan pekerja. Jika terjadi sesuatu, kedutaan mudah melacak keberadaan dan situasi pekerja.
Perlindungan bagi pekerja migran menjadi isu penting bagi banyak negara. Pekerja migran menjadi penyelamat bagi ekonomi negara, menjadi penggerak ekonomi di komunitas, desa, atau kampung halaman, terutama ketika pembangunan tidak menyentuh komunitas atau desa itu.
Di era globalisasi, saat batas negara nyaris tidak penting lagi, kita melihat pergerakan pekerja migran di berbagai kawasan. Peluang ekonomi yang lebih baik di negara lain menjadi pendorong karena di dalam negerinya tidak ada pekerjaan, atau karena ada konflik bersenjata.
Eropa adalah kawasan ekonomi yang membolehkan pekerja bergerak di antara negara anggotanya. Pekerja dari Eropa Timur bergerak ke negara Eropa Barat karena penduduk setempat tidak mau melakukan pekerjaan berupah murah, atau karena kekurangan tenaga kerja akibat rendahnya angka kelahiran. Perbedaan upah yang besar hingga tiga kali lipat menjadi daya tarik.
Namun, tak semua pekerja migran mendapatkan lingkungan kerja yang aman. Rendahnya jaminan keamanan terjadi karena tiada perjanjian kerja sama bilateral antara negara penerima dan pengirim tenaga kerja. Indonesia menghadapi masalah ini, terutama untuk pekerja informal, yaitu pekerja rumah tangga yang umumnya adalah perempuan dan merupakan pekerja migran terbesar.
Pekerja migran di Timur Tengah menghadapi lingkungan kerja tak aman pula, seperti yang kerap diberitakan di media massa. Sulitnya mendapat izin kerja, permainan calo, serta perdagangan dan penyelundupan manusia dapat berakibat hilangnya nyawa pekerja. Tugas pemerintah melindungi warga negaranya di luar negeri. Namun, pekerja migran tak jarang harus melindungi dirinya sendiri.
Diaspora Etiopia dan diaspora Afrika di Beirut, Lebanon, misalnya, bekerja sama dengan organisasi tenaga kerja dan aktivis hak asasi manusia memperjuangkan dihentikannya pelanggaran hak pekerja serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga dan pengungsi. Diaspora pekerja migran Indonesia di Hongkong juga mengorganisasi diri untuk melindungi pekerja dari kekerasan, serta mempersiapkan diri untuk memiliki usaha sendiri ketika pulang ke kampung halaman. Upaya pemerintah melindungi pekerja migran harus terus ditingkatkan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Lindungi Pekerja Migran".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar