Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 18 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Setelah Kenaikan Suku Bunga AS (Kompas)

Seperti diperkirakan sebelumnya, Bank Sentral AS (The Fed), Kamis (16/3), menaikkan suku bunga acuan, dari 0,75 persen menjadi 1 persen.

Ini kenaikan suku bunga Fed yang pertama tahun ini dan ketiga kali sejak krisis finansial global 2008. Kenaikan sebelumnya adalah Desember 2015 dan Desember 2016.

Kenaikan suku bunga ini dilihat sebagai cermin meningkatnya kepercayaan pada perekonomian AS. Fed memberikan sinyal akan menaikkan lagi suku bunga setidaknya dua kali pada tahun ini. Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen menekankan tak ingin terlalu agresif dalam pengetatan moneter dan akan tetap mendasarkan kebijakan suku bunganya pada data riil perekonomian AS.

Sejauh ini, kendati ekonomi AS menunjukkan arah perkembangan cukup baik-pertumbuhan ekonomi stabil, lapangan kerja meningkat, dan inflasi yang mendekati target The Fed-Yellen terkesan tak seoptimistis itu. Angka pengangguran diprediksi belum bergerak dari 4,5 persen dan inflasi sekitar 2 persen tiga tahun ke depan. Pertumbuhan PDB 2017 dan 2018 diprediksi sekitar 2,1 persen.

Kekhawatiran juga dikaitkan dengan efek kebijakan ekonomi yang akan ditempuh Trump, khususnya rencana deregulasi pasar uang, suatu langkah yang ditentang kuat oleh Yellen mengingat longgarnya regulasi sumber pemicu krisis keuangan AS. Kebijakan fiskal Trump yang agresif lewat pemangkasan pajak dan ekspansi belanja infrastruktur dan pertahanan dikhawatirkan memicu tekanan inflasi yang bisa menyeret ekonomi kembali ke resesi dan upaya normalisasi kebijakan moneter Fed kembali tertahan.

Normalisasi kebijakan moneter melalui kenaikan bunga yang hanya berjarak tak sampai tiga bulan dari kenaikan sebelumnya memberikan sinyal berakhirnya rezim suku bunga rendah AS, yang bertahan sekitar nol persen sejak krisis finansial 2008 sejalan dengan lambatnya pemulihan ekonomi AS. Artinya, tekanan bagi suku bunga negara berkembang untuk naik juga meningkat.

Berbeda dari sebelumnya, kenaikan kali ini tak memunculkan gejolak di pasar karena sudah diantisipasi. Negara berkembang juga tak merespons secara berlebihan kenaikan suku bunga AS yang sebelumnya selalu memunculkan guncangan pasar saham, nilai tukar, dan memicu pelarian modal skala masif dari negara berkembang. Situasi stabil ekonomi negara berkembang juga membantu meredam kekhawatiran terkait efek kenaikan suku bunga AS.

Indonesia salah satu yang tak ikut menaikkan suku bunga dalam upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Langkah ini dinilai tepat di tengah meningkatnya risiko global, termasuk tren peningkatan suku bunga di negara maju yang bisa menuntun ke pengetatan moneter negara maju. Seperti sebelumnya, negara maju masih akan tetap jadi sumber ketakpastian global yang harus kita waspadai. Cepat atau lambat kita juga harus menghadapi tekanan untuk menaikkan suku bunga di tengah kebutuhan bunga rendah untuk memacu ekonomi domestik.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Setelah Kenaikan Suku Bunga AS".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger