Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 16 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Tanggung Jawab Moral Elite (Kompas)

Mulat sarira hangrasa wani. Pepatah dalam bahasa Jawa ini menggambarkan salah satu sikap seorang pemimpin yang dibutuhkan di negeri ini.
TOTO S

Artinya, seorang pemimpin harus berani mawas diri dan memperjuangkan kebenaran. Secara lengkap, pepatah itu berbunyi, melu handarbeni (merasa memiliki), melu hangrungkebi (ikut bertanggung jawab), dan mulat sarira hangrasa wani. Pemimpin harus merasa memiliki dan bertanggung jawab kepada yang dipimpin (rakyat) serta selalu mawas diri dan berani menegakkan kebenaran.

Pepatah itu sejalan dengan ajaran moral dari guru bangsa Ki Hadjar Dewantara yang menyebutkan ing ngarsa sung tulada (di depan memberikan teladan),ing madya mangun karsa (di tengah membangun harapan), dan tut wuri handayani (di belakang memberikan dukungan).

Keteladanan, serta berani menegakkan kebenaran, dari elite itulah yang kurang dirasakan di negeri ini. Apalagi kalau berhadapan dengan persoalan hukum, khususnya korupsi. Bahkan, tak sedikit pelaku korupsi berasal dari kalangan elite di berbagai tataran.

Kasus terakhir, yang membuat masyarakat marah, adalah korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Kasus ini melibatkan pengusaha, pejabat eksekutif dan legislatif, serta pejabat badan usaha milik negara (BUMN). Presiden Joko Widodo pun gusar dan menyatakan korupsi membuat program KTP-el bubrah(rusak) semua. Ia meminta semua yang terlibat dibongkar (Kompas, 12/3).

Untuk membongkar korupsi ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mungkin bekerja sendirian. Apalagi, KPK berhadapan dengan sejumlah sosok yang berpengaruh di negeri ini, terutama unsur pimpinan partai politik serta pimpinan atau mantan pimpinan lembaga negara. Dukungan dari masyarakat, termasuk elite politik di negeri ini, amatlah dibutuhkan.

Sayangnya, momentum itu terlewatkan. Saat Presiden Jokowi bertemu pimpinan lembaga negara, Selasa lalu, kasus korupsi proyek KTP-el tak dibahas. Padahal, rakyat menanti komitmen elite politik untuk mendukung penuntasan kasus korupsi yang nyaris sempurna itu karena diduga dimulai sejak tahap perencanaan.

Kian ironis lagi, justru pimpinan DPR menggulirkan hak angket terhadap KPK dan menyosialisasikan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Rakyat menilai hal itu sebagai upaya melemahkan KPK. Apalagi, sejumlah pimpinan maupun anggota DPR disebut terlibat dalam korupsi proyek KTP-el.

Padahal, pemimpin mempunyai tanggung jawab moral memberikan teladan dan berani menegakkan kebenaran. Apabila moralitas itu tiada dalam dirinya, jangan menjadi pemimpin atau elite, apalagi berbicara atas nama rakyat.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Tanggung Jawab Moral Elite".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger