Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 24 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Teror di Inggris (Kompas)

Rakyat Inggris dikejutkan kembali oleh serangan teror yang menewaskan empat orang, termasuk pelaku, dan melukai sedikitnya 40 orang.

Seorang pengemudi menabrakkan kendaraannya ke kerumunan orang di Jembatan Westminster, London. Pengemudi yang identitasnya belum diumumkan itu lalu berlari ke arah gedung parlemen dan menusuk seorang polisi sampai tewas, sebelum kemudian ia ditembak mati.

Kejadian itu mengingatkan kembali pada serangan teror di Inggris pada Juli 2005 saat teroris meledakkan diri di tiga kereta bawah tanah dan bus bertingkat, yang menewaskan 56 orang, termasuk empat pelaku, dan melukai ratusan orang. Inggris relatif aman selama 12 tahun terakhir saat para tetangganya, Perancis dan Belgia, menjadi sasaran aksi teror jaringan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sepanjang 2015-2016.

Sulit untuk tidak mengatakan pelaku serangan di Inggris terinspirasi oleh serangan teror di Nice pada Juli 2016. Saat itu sopir truk kontainer menabrakkan kendaraannya ke kerumunan orang yang sedang merayakan Hari Bastille dan menewaskan 86 orang.

Semenjak itu, semua negara waspada model penyerangan ala Nice bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Selain hanya membutuhkan pelaku tunggal (lonewolf), caranya pun tidak membutuhkan koordinasi yang rumit. Seperti terlihat pada aksi berikutnya yang muncul secara sporadis, di antaranya penyerangan dengan kapak di kereta api di Wurzburg, Jerman, atau serangan terhadap polisi di Museum Louvre yang juga memakai kapak.

Di satu sisi, ini menunjukkan jaringan teroris semakin sulit untuk menembus barikade keamanan negara-negara Eropa untuk melakukan penyerangan masif. Namun, di sisi lain, serangan sporadis yang sifatnya individual akan makin sulit diantisipasi, apalagi para pelakunya terus melakukan "improvisasi" dalam melakukan serangan.

Ironisnya, aksi teror di Inggris terjadi bersamaan ketika Belgia memperingati setahun serangan teroris di Bandara Zaventem yang menewaskan 32 orang. Upacara itu ditujukan untuk memperkuat jalinan solidaritas dan integrasi warga di Belgia.

Namun, serangan di Inggris ini dikhawatirkan akan kembali membangkitkan rasa takut, saling curiga, dan kemarahan warga. Di saat Eropa tengah menghadapi masa pemilu, kondisi ini bisa menjadi amunisi pihak-pihak yang memiliki agenda politik, khususnya kelompok ekstrem kanan yang terus mengampanyekan semangat xenofobia, anti-migran, anti-Islam, anti-pemerintahan.

Selain meningkatkan kewaspadaan, cara ampuh untuk menghadapi teroris adalah penguatan keamanan serta kekompakan warga untuk bahu-membahu melawan rasa takut dan perpecahan yang memang sengaja ditebarkan oleh teroris.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Teror di Inggris".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger