Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 06 April 2017

Karcis Tol Bertebaran//”Tahong”//Dirugikan KTP-el (Surat Pembaca Kompas)

Karcis Tol Bertebaran

Sebagai pengguna jalan tol, setiap hari saya melihat karcis atau kertas tanda bukti pembayaran tol berceceran di sekitar gardu masuk atau keluar tol. Sampah kertas itu bahkan masih sering dijumpai sampai beberapa ratus meter setelah gerbang tol.

Di kawasan ibu kota Jakarta yang sudah banyak gerbang tol otomatis (GTO), setelah menempel kartu, otomatis karcis keluar. Pada beberapa GTO, mesin pembayaran dilengkapi dengan "kantong" penampung karcis yang tidak diambil pengguna jalan tol. Namun, masih banyak GTO yang begitu karcisnya keluar langsung beterbangan.

Selain merusak pemandangan dan memberikan kesan jorok, karcis yang bertebaran termasuk pemborosan karena berton-ton kertas terbuang setiap tahunnya.

Tentunya tidak mudah meminta dan mendidik pengguna tol agar mengambil karcis tol dan tidak membuang sembarangan. Karena itu, saya mengusulkan jalan keluar dengan memodifikasi mesin tiket tol yang bisa memberi pilihan: cetak atau tidak.

Jadi, yang tidak membutuhkan karcis tol tidak perlu mencetak bukti pembayaran itu. Untuk yang membutuhkan bisa minta dicetak dengan menekan tombol tambahan di mesin pembayaran yang disediakan.

Saya yakin secara teknis hal itu bukanlah hal yang sulit untuk diwujudkan dengan dukungan para ahli teknologi informasi dan teknisi andal. Cukup dengan mengubah menu program transaksi dan menambahkan tombol di GTO.

Semoga dengan perbaikan ini bisa diperoleh penghematan yang signifikan dan bisa digunakan untuk meningkatkan mutu jalan tol.

IWAN AHNAN

Jalan Dahlia, Pakuan-Tajur, Bogor 16134

"Tahong"

Dalam rubrik surat pembaca di Kompas(Sabtu, 25/3), Kris Kartawiguna mengusulkan agar kata hoax dalam bahasa Indonesia ditulis "houks".

Seperti tecermin pada PUPI (Pedoman Umum Pembentukan Istilah) dan PUEBIYD (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan), kita lebih berkiblat ke ejaan daripada ke lafal/lafaz.

Ejaan sudah dibakukan, sedangkan lafal belum. Karena itu, pengindonesiaanaction ? menjadi eksyen, academician ? menjadi akademisyen, dan sebagainya seperti Malaysia, tidak sesuai dengan PUPI dan PUEBIYD.

Kalau ada kesulitan dalam transkripsi/transliterasi kata atau istilah asing, sebaiknya kata/istilah itu diterjemahkan atau dicarikan padanannya saja.

Misalnya padanan "gauge" adalah tolok. "Hoax" dapat diterjemahkan menjadi "berita bohong" lalu dipadankan dengan singkatannya, yakni "tahong".

L WILARDJO

Jalan Kasuari, Salatiga

Dirugikan KTP-el

Bancakan koruptor yang telah menjarah anggaran KTP-el kini sedang disidangkan di pengadilan Tipikor. Menurut hemat saya, berjuta rakyat telah dirugikan. Saya dan keluarga termasuk di antaranya.

Pada April 2012, saya dan istri telah merekam data di sebuah kecamatan di Bekasi. Januari 2013, KTP-el sudah jadi.

Namun, pada bulan Januari tersebut kami pindah rumah. Masih di Bekasi, hanya kecamatannya yang berbeda.

Ketika mengurus KTP baru, kami harus menyetorkan pasfoto untuk KTP manual karena di kecamatan tersebut belum ada perangkat untuk KTP-el.

Ketika tiba waktunya saya mengambil KTP manual, dikatakan bahwa KTP belum jadi karena foto yang kami setorkan hilang. Saya harus menyetorkan pasfoto kembali.

Saya sebagai rakyat kebanyakan marah karena tanpa guna telah dirugikan waktu, tenaga, dan tentu saja uang untuk transpor bolak-balik. Saya percaya, ketiadaan perangkat KTP-el pasti ada hubungannya dengan perampokan anggaran oleh sejumlah pejabat negara yang tidak punya hati nurani itu.

Saya masih bersyukur bahwa akhirnya saya bisa mendapatkan KTP-el tersebut pada awal 2016 dengan mudah, lancar, tanpa ongkos, kecuali transpor, di kantor kependudukan Bekasi.

HARSUTEJO

Jalan Akalipa, Kemang Pratama 3, Bekasi

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger