Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 27 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Mudik dan Pemerataan Kemakmuran (Kompas


Mudik dan Pemerataan Kemakmuran

Ikon komentar 0 komentar

Idul Fitri baru berlalu. Yang paling terasa, lengangnya jalan di tengah Jakarta dan tempat hiburan di daerah padat pengunjung.

Mudik adalah ritual sebagian besar masyarakat Indonesia. Lebaran Idul Fitri ditandai oleh perjalanan tersibuk dalam satu tahun. Ritual ini adalah tentang keluarga, berkumpul, dan menyajikan makanan khas daerah masing-masing, seraya menunjukkan keberhasilan di rantau.

Hingga sekitar sepuluh tahun lalu, istilah pulang kampung masih membawa makna kampung tradisional dengan aktivitas perdesaan dan pertanian dalam arti luas sebagai ciri yang dominan. Semakin ke sini, batas-batas antara desa atau kampung dan kota semakin baur, terutama di Jawa. Badan Pusat Statistik menyebut pada tahun 2015 sebanyak 53,3 persen penduduk tinggal di perkotaan.

Ketika kota didefinisikan sebagai wilayah yang memiliki sarana modern, mulai dari sekolah, rumah sakit, bank, puskesmas atau klinik pengobatan, pertokoan dengan setidaknya 10 toko berdekatan, hingga pabrik, sepanjang jalan utama dari barat hingga ke timur Jawa yang tampak adalah kota-kota berskala kecil, menengah, hingga besar.

Meski terjadi transformasi dari desa menjadi kota dan ekonomi menuju industri dan jasa modern, mudik dari sisi ekonomi dianggap sebagai transfer kemakmuran dari kota ke desa. Sayangnya, hanya terjadi satu kali setahun, meski dalam jumlah besar. Bank Indonesia memperkirakan uang beredar saat Lebaran 2017 sebesar Rp 646 triliun, naik 35 persen dibandingkan dengan saat di luar Lebaran, yaitu Rp 479 triliun.

Meski data makro memperlihatkan ekonomi tumbuh baik, termasuk bertambahnya uang beredar saat Lebaran dan stabilnya harga pangan, tetapi data lebih mikro memperlihatkan belum semua yakin dengan perbaikan perekonomian. Penjualan sepeda motor, misalnya, justru turun dibandingkan dengan tahun lalu hingga awal Juni lalu. Salah satu alasan adalah karena pencabutan subsidi listrik pelanggan 900 VA yang mampu.

Keadaan di atas mengingatkan pada persoalan ketimpangan kemakmuran yang harus diselesaikan. Berbagai studi menyebutkan, meskipun pendapatan per kapita rakyat Indonesia meningkat, tetapi kelompok kaya naik jauh lebih cepat dari yang menengah-bawah, menyebabkan kesenjangan tidak mudah diatasi.

Kelompok generasi milenial, yang lahir antara tahun 1980 dan 2000, menghadapi masalah lapangan kerja berkualitas dan berkelanjutan karena pertumbuhan ekonomi saat ini hanya menciptakan 200.000 lapangan kerja baru.

Karena itu, momentum Lebaran menjadi pengingat bagi para pemimpin negara ada persoalan akut yang harus diselesaikan, yaitu memeratakan kemakmuran. Tradisi mudik mentransfer kemakmuran dari kota besar ke kota kecil atau ke desa, tetapi agar berkelanjutan perlu desain kebijakan komprehensif yang berkualitas.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Mudik dan Pemerataan Kemakmuran".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger