Bank Dunia menyinyalir bahwa dewasa ini tidak kurang dari 700 juta penduduk dunia hidup dalam kemiskinan absolut (pendapatan 1,9 dollar AS hari) dan 3 miliar penduduk lainnya terombang-ambing dalam kondisi rentan miskin (2,5 dollar AS hari).
Begitu juga soal ketimpangan. Oxfam International mengindikasikan bahwa 1 persen penduduk terkaya dunia memiliki 48 persen kekayaan dunia di tahun 2013. Dalam laporannya pada 2016, kondisi ketimpangan semakin memburuk di mana 85 orang terkaya memiliki harta yang sama dengan 3,5 miliar penduduk dunia termiskin.
Memberantas kemiskinan
Indonesia pun tak lepas dari persoalan yang sama. Penduduk yang tergolong miskin absolut, walau terus turun, masih berjumlah lebih dari 27 juta orang atau 10,70 persen dari total penduduk pada September 2016.
Ketimpangan di Indonesia juga tergolong tinggi. Ketimpangan pengeluaran antarpenduduk masih termasuk kelompok atas di dunia dengan angka rasio gini 0,394 pada September 2016. Demikian pula ketimpangan antara perempuan dan laki-laki, penduduk perdesaan dan perkotaan, serta antara kelompok masyarakat yang berbeda. Masih tingginya angka ketimpangan inilah penyebab berkurangnya kedalaman dimensi manusia dalam pembangunan di Indonesia.
Berbagai tantangan ini yang kemudian coba dijawab dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). SDGs adalah seruan universal yang dimotori Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet Bumi dan memastikan bahwa semua penduduknya menikmati kedamaian dan kemakmuran. Negara-negara di dunia menandatangani 17 sasaran dalam SDGs pada 25 September 2015 yang mulai berlaku pada Januari 2016. SDGs memberikan panduan dan target yang jelas untuk dicapai dalam 15 tahun ke depan, yang antara lain mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya dan mengurangi ketimpangan antarkelompok di dalam suatu negara dan antarnegara.
Pencapaian SDGs bisa jadi salah satu prestasi terbesar umat manusia pada dekade ke depan. SDGs adalah tujuan global, tetapi juga bersifat nasional di mana seluruh negara di dunia telah menyetujui untuk berpartisipasi. Ada momentum dan energi yang sangat besar seputar SDGs, dengan kepemilikan dan kemauan yang kuat untuk bermitra dan bekerja sama antara lembaga pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Pada titik inilah peran agama sebagai salah kekuatan perubahan di dunia jadi signifikan. Keterlibatan organisasi keagamaan sangat penting untuk memajukan SDGs yang sarat dengan misi kemanusiaan, perdamaian, pembangunan, dan mempromosikan toleransi.
Diperkirakan 22 persen dari populasi dunia adalah Muslim dengan industri keuangan dan sistem perlindungan sosial Islam yang diperkirakan bernilai 2 triliun dollar AS (Rp 26.000 triliun). Sistem keuangan dan perlindungan sosial Islam telah berkembang pesat pada satu dekade terakhir dengan pertumbuhan 10-12 persen per tahun. Para ahli memperkirakan aset ini akan melebihi 3 triliun dollar AS (Rp 39.000 triliun) pada 2020. Nilai zakat saja berpotensi mencapai 200 miliar dollar AS-1 triliun dollar AS (Rp 2.600 triliun-Rp 13.000 triliun) per tahun.
Zakat sendiri adalah pemberian wajib dalam Islam dan satu dari lima rukun Islam. Ia adalah kewajiban bagi semua Muslim yang harus memberikan setidaknya 2,5 persen dari akumulasi kekayaan atau pendapatan mereka untuk kepentingan orang miskin dan penerima manfaat lainnya yang disebut sebagai mustahik. Zakat bertujuan untuk memberikan pelayanan, manfaat, dan meningkatkan kesejahteraan bagi mereka yang mustahik.
Zakat memiliki peran penting dalam memberantas kemiskinan dan kelaparan yang umumnya lebih sering terjadi di negara-negara dengan populasi Muslim besar yang berada di Afrika dan Asia. Di sejumlah negara ini terdapat organisasi yang dibentuk untuk mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat. Enam negara berpenduduk mayoritas Muslim memiliki sistem wajib, di mana pembayaran zakat adalah kewajiban warga negara yang beragama Islam. Di sembilan negara lainnya, sumbangan zakat melalui organisasi formal bersifat sukarela, sementara di 25 negara tidak terdapat organisasi zakat yang dibentuk negara.
Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia. Indonesia juga merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sebagian besar penduduknya secara teratur menyumbang zakat, walau hal ini tidak dijadikan sebagai kewajiban warga negara.
Data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menunjukkan, jumlah zakat yang dikumpulkan secara formal di Indonesia sekitar Rp 3,65 triliun per tahun. Walau terdapat peningkatan lebih dari 20 persen per tahun, angka ini tergolong rendah mengingat terdapat potensi pengumpulan Rp 421 triliun per tahun, setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Dengan kata lain, realisasi pembayaran zakat secara formal di Indonesia kurang dari 1 persen potensi yang ada.
Sementara jumlah zakat yang dikumpulkan secara informal, dalam arti disalurkan tidak melalui Baznas atau lembaga pengumpul zakat resmi lainnya serta melalui mekanisme di luar perbankan, bisa dipastikan lebih besar lagi. Hal ini mengingat masih terdapat kebiasaan di sebagian besar penduduk Indonesia untuk menyalurkan zakat, infak, dan sedekahnya secara langsung atau melalui lembaga informal. Besaran angka yang disalurkan secara informal ini tidak bisa dipastikan, mengingat tidak terdapat sistem pencatatan dan evaluasi yang bisa diandalkan.
Sekitar separuh dari zakat yang dikumpulkan secara formal diterima oleh Baznas, sementara setengah lainnya diberikan pada lembaga pengelola zakat lainnya (lembaga amil zakat atau LAZ). Sebesar 61 persen dana yang terkumpul didistribusikan ke dalam berbagai program yang dua pertiga di antaranya menargetkan pemberantasan kemiskinan.
Selain pemberantasan kemiskinan, Baznas dan LAZ memiliki beberapa program lain pada lima bidang utama: sektor sosial, pendidikan, ekonomi, kesehatan dan dakwah. Baznas, misalnya, memiliki program zakat untuk pengembangan masyarakat, kemanusiaan, rumah sakit, dan sekolah pendukung.
Belum lama ini, untuk mempertegas komitmen tersebut, Baznas dan Program Pembangunan PBB (UNDP) telah menandatangani nota kesepahaman untuk mengembangkan SDGs di Indonesia. UNDP digandeng karena ruang lingkup, pengalaman, dan kemampuan teknis lembaga ini dalam mengelola program- program pembangunan. UNDP juga memiliki transparansi operasional serta kemampuan monitoring dan evaluasi program yang sangat penting bagi akuntabilitas kelembagaan.
Zakat inklusif
Salah satu bentuk konkret dari kesepahaman ini adalah pembangunan platform zakat untuk SDGs guna meningkatkan peran zakat mendukung tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Baznas dan UNDP saat ini tengah mematangkan beberapa program untuk pencapaian SDGs di beberapa provinsi di Indonesia, yang menurut rencana juga akan bekerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga perbankan setempat.
Pada saat yang sama, Baznas juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bekerja sama dalam mengintensifkan penghimpunan zakat melalui program zakat inklusif. Sebelumnya, OJK dan UNDP juga telah menandatangani nota kesepahaman untuk mengembangkan keuangan inklusif di Indonesia. Program zakat inklusif berbasis pada strategi nasional pengembangan keuangan inklusif bertujuan meningkatkan secara intensif pengumpulan zakat secara formal melalui perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Program keuangan dan zakat inklusif adalah vital dalam pengentasan kemiskinan. Hal ini mengingat baru sekitar 36 persen penduduk dewasa di Indonesia menggunakan jasa keuangan formal, di mana Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Singapura (98 persen), Malaysia (81), dan Thailand (78 persen). Mereka yang belum menggunakan jasa keuangan formal inilah yang akan dijangkau program keuangan dan zakat inklusif melalui penciptaan sistem yang lebih cepat, tepat, dan berbagai kemudahan untuk bertransaksi dalam sistem keuangan formal.
Program zakat inklusif nantinya akan menyediakan layanan pembayaran dan distribusi zakat melalui sistem perbankan tanpa cabang (Laku Pandai), yang akan meningkatkan efisiensi pengumpulan dan pendistribusian zakat. Program ini juga menyiapkan platform digital sehingga dapat meningkatkan volume pembayaran zakat melalui jalur formal.
Program zakat untuk SDGs dan zakat inklusif ini merupakan yang pertama di dunia dan akan diresmikan mengambil momentum Ramadhan tahun ini. Platform dan kerja sama untuk memajukan SDGs melalui zakat yang dipelopori Indonesia ini bisa jadi model percontohan bagi banyak negara lain di dunia.
ZAINULBAHAR NOORWAKIL KETUA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar