Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 10 Agustus 2017

Jalan Rusak di Palangkaraya//Komik Wayang RA Kosasih//Kebenaran Lenyap (Surat Kepada Redaksi Kompas)

Jalan Rusak di Palangkaraya

Pada 25 Juli saya, selaku warga Kota Palangkaraya, menyampaikan surat terbuka di harian lokal kepada Wali Kota Palangkaraya perihal rusaknya fasilitas infrastruktur jalan-jalan permukiman: Jalan Sisingamaraja, Jalan Cempaka, Jalan Antang Kalang, Jalan Karet, Jalan Pinus, Jalan Brokoli/Jati Raya, Jalan Jati Ujung, Jalan Cristopel Mihing, Jalan Pilau, dan lain-lain.

Jangan kiranya perhatian hanya pada pembangunan proyek bernilai besar, seperti rumah jabatan wali kota, taman-taman kota di pinggir Sungai Kahayan, dan pengadaan kapal wisata susur Sungai Kahayan dengan meminimalkan pemeliharaan dan perbaikan jalan yang rusak/berlubang di area permukiman yang berkaitan langsung dengan dan dilalui setiap hari oleh warga.

Surat itu mendapat respons dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Kota Palangkaraya dan anggota Komisi B DPRD Kota Palangkaraya yang mengakui keadaan tersebut. Mereka menjelaskan bahwa kerusakan jalan umumnya terjadi karena Palangkaraya didominasi tanah gambut. Jalan tidak dapat bertahan lama dan mudah rusak. Anggota DPRD Komisi B DPRD Kota Palangkaraya menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Palangkaraya harus menanggapi serius keluhan masyarakat melalui dinas terkait, tetapi perlu dipahami bahwa semua karena keterbatasan anggaran yang minim. Tidak semua dapat direalisasikan.

Jawaban itu belum menuntaskan penasaran dan keingin- tahuan kami. Jika jenis tanah bergambut, apakah warga tak dapat menikmati jalan-jalan layak dan bagus di daerah permukiman sepanjang waktu? Jika alasannya anggaran terbatas, mengapa proyek besar di atas dapat terus berjalan dan dilaksanakan hingga saat ini?

FRANSISCO, WARGA KECAMATAN PAHANDUT, PALANGKARAYA

Komik Wayang RA Kosasih

Belum lama ini saya membelikan anak saya komik wayang Bharatayudha oleh RA Kosasih dari penerbit Erlina. Kira-kira 40 tahun lalu saya gemar baca komik wayang RA Kosasih. Ada beda antara komik terbitan sekarang dan komik wayang yang dulu saya baca. Sekarang satu seri Bharatayuda dimuat dalam satu buku setebal 672 halaman. Dulu kisah itu dimuat dalam beberapa buku. Format halaman komik yang sekarang lebih kecil dan huruf dialog semua menggunakan kapital. Aneh membacanya.

Namun, beda utama yang dapat dilihat adalah kualitas gambar komik. Saya ingat komik yang dulu saya baca memiliki garis dan arsir halus, tetapi tegas. Sekarang tak ada lagi garis halus. Arsir banyak diganti blok hitam. Sepertinya cetak menggunakan master lama dan sudah tua sehingga mutu cetak menurun.

Surat ini sama sekali tidak bermaksud menyudutkan penerbit Erlina. Sebaliknya, melihat kondisi komik itu, saya lebih menaruh hormat kepada penerbit Erlina yang tetap bertahan dan setia menerbitkan komik wayang RA Kosasih.

Namun, dengan kondisi cetak sekarang, sulit membuat pembaca muda mulai menggemari komik wayang. Generasi muda akan lebih memilih membaca komik dari pengarang luar negeri dengan gambar warna-warni yang cerah. Saya khawatir dalam satu atau dua generasi lagi komik RA Kosasih akan benar-benar "tamat". Padahal, komik wayang RA Kosasih merupakan karya luar biasa. Ia memberi teladan sikap ksatria, berani berkorban, dan cinta Tanah Air.

Perlu restorasi sekaligus membuat master baru dalam bentuk digital agar karya dari RA Kosasih ini bisa terus dinikmati generasi muda Indonesia.

RUDY TJOKROSAPUTRA, JALAN ASTINA 6, CICENDO, BANDUNG

Kebenaran Lenyap

Saya bukan pelanggan Kompas, tetapi sering membeli yang bekas di pinggir jalan dekat tempat tinggal saya di Kendari. Dari koran bekas inilah saya dapat mengikuti, mengetahui, serta menghayati informasi, perkembangan, dan kemajuan hidup di mana pun di dunia. Saya senang dan suka dengan kebiasaan sejak kecil ini karena saya tidak ketinggalan kereta.

Informasi terbaru yang perlu kita renungkan adalah semakin tidak akurnya kita menjalani hidup berbangsa dan bernegara. Saling hujat, saling maki, saling merugikan dari paling halus sampai bertaraf kasar ekstrem.

Di manakah nilai positif agama, moral, dan etiket yang pernah kita terima itu?

PAULUS KANIU, JALAN BUNGA MATAHARI, LAHUNDAPE, KENDARI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Agustus 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger