Program Jaminan Hari Tua merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan keuangan kepada para pesertanya dalam bentuk uang tunai. Dibayarkan sekaligus (lumsum) saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, ataupun mengalami cacat total tetap.

Program ini diselenggarakan sesuai dengan prinsip asuransi sosial atau menjadi program tabungan wajib bagi para pekerja di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, nilai manfaat yang akan diberikan kepada para peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) adalah sebesar seluruh nilai akumulasi iuran yang telah dibayarkan oleh peserta maupun oleh pengusaha selaku pemberi kerja beserta seluruh hasil pengembangannya.

Sesuai tujuan pelaksanaan program JHT, hasil pengembangan dana hasil akumulasi iuran dari semua peserta ataupun imbal hasil investasi menjadi faktor utama yang akan menentukan besaran nilai manfaat yang akan diterima peserta. Dengan menggunakan indikator imbal hasil investasi, peserta dapat mengetahui dengan jelas sejauh mana dana program JHT-nya telah dikelola BPJS Ketenagakerjaan selaku penyelenggaranya. Jika imbal hasilnya bisa melebihi kinerja pengembangan dana yang dapat dilakukan oleh para peserta sendiri, atau yang dilakukan oleh lembaga yang punya aktivitas sejenis, nilai manfaat yang akan diterima oleh para peserta juga akan semakin optimal. Demikian juga sebaliknya.

Batasan tingkat imbal hasil yang ditetapkan paling rendah sebesar rata-rata tingkat suku bunga bank-bank pemerintah selama 12 bulan sebagai acuannya perlu dievaluasi agar diperoleh nilai acuan imbal hasil investasi yang lebih obyektif dan menarik serta dapat semakin meningkatkan kesejahteraan peserta. Hal ini didasarkan pada struktur portofolio maupun pengalokasian dana investasinya yang lebih condong ke instrumen-instrumen investasi jangka panjang, baik berupa surat berharga negara (SBN), obligasi korporasi, maupun dalam bentuk saham-saham perusahaan yang telah go public.

Pada sisi lain, porsi alokasi dalam bentuk deposito relatif kecil dan umumnya hanya berfungsi untuk mendukung kebutuhan likuiditas. Pada era tingkat suku bunga rendah yang telah berlangsung beberapa tahun ini, strategi alokasi dalam bentuk deposito harus memperoleh pencermatan yang lebih mendalam guna menghindari terjadinya kekurangoptimalan dalam pengelolaan dana program JHT.

Strategi investasi imbal hasil

Portofolio program JHT 2017, sebagaimana dipublikasikan BPJS Ketenagakerjaan di Kompas pada 30 Januari, terdiri dari surat utang, saham, deposito, reksa dana, properti, dan penyertaan. Proporsi alokasi aset pada tiap-tiap instrumen investasi itu ialah sebesar 58,70 persen, 18,99 persen, 12,46 persen, 9,13 persen, 0,58 persen, dan 0,13 persen. Secara konsepsi strategic asset allocation, pemilihan portofolio ataupun penataan aset tersebut sudah cukup bagus dalam hal diversifikasi, baik untuk tujuan pencapaian imbal hasil yang optimal maupun dalam hal pengelolaan risiko. Meski demikian, dalam operasionalisasinya juga diperlukan strategi untuk mengoptimalkan perolehan hasil sesuai pilihan investasi yang tersedia, atau yang disebut tactical asset allocation.

Sesuai sifat kepesertaan program JHT yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan keuangan kepada para pekerja di masa tuanya, alokasi investasi yang sebagian besar dalam bentuk surat utang, baik berupa SBN maupun surat utang korporasi, dimaksudkan untuk menyesuaikan masa jatuh tempo instrumen investasi tersebut dengan masa jatuh tempo kewajiban untuk membayar hak JHT kepada para peserta. Melalui strategi pengaturan masa jatuh tempo terhadap portofolio surat utang, dapat diperoleh suatu "jaminan" untuk memperoleh suatu tingkat imbal hasil tertentu.

Metode ini dikenal dengan istilah imunisasi portofolio surat utang atau obligasi. Dalam hal ini, untuk memperoleh imbal hasil yang optimal, diperlukan kedisiplinan dalam pengaturan dan pengukuran tingkat sensitivitas portofolio surat utang itu terhadap perubahan tingkat suku bunga dan tidak boleh terganggu oleh kepentingan jangka pendek untuk segera menjual surat utang itu. Khususnya bagi surat utang yang punya tingkat kupon yang relatif tinggi.

Proporsi alokasi dalam bentuk instrumen saham dan reksa dana—yang secara keseluruhan sebesar 31,45 persen—untuk kondisi saat ini bisa mendukung perolehan imbal hasil investasi yang lebih tinggi.Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang biasa digunakan sebagai acuan dalam perolehan imbal hasil adalah instrumen saham pada 2016 dan 2017, masing-masing sebesar 15,32 persen dan 19,99 persen. Dengan demikian, imbal hasil yang diharapkan (expected return) dari instrumen saham pada tahun-tahun itu setidaknya sebesar angka-angka itu.

Melalui pengelolaan portofolio saham yang efektif dan efisien, baik dalam pemilihan jenis saham yang masuk dalam portofolio (stock selection) maupun dalam memanfaatkan momentum terbaik (market timing) untuk melakukan aksi jual-beli saham, dapat diperoleh peluang untuk memperoleh imbal hasil yang jauh melebihi nilai acuan tersebut. Meski demikian, kondisi sebaliknya juga dapat terjadi jika penerapan strateginya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sebab, instrumen saham selain dapat memberikan imbal hasil yang tinggi juga mempunyai tingkat risiko yang tinggi juga.

Imbal hasil instrumen investasi reksa dana relatif mirip dengan gambaran yang terjadi pada instrumen obligasi untuk jenis reksa dana pendapatan tetap (fixed income), yang sebagian besar portofolionya dalam bentuk obligasi maupun indikator yang diperoleh dari bursa saham untuk jenis reksa dana saham. Selain bertujuan untuk memperoleh imbal hasil yang optimal, strategi alokasi dalam bentuk reksa dana juga dapat digunakan sebagai tolok ukur yang bisa diperoleh dari portofolio sahamnya sendiri. Pada sisi lain, dalam era tingkat bunga yang sangat rendah—yang sudah berjalan beberapa tahun ini—relatif tidak dapat diandalkan sebagai instrumen yang dapat meningkatkan sehingga pengalokasiannya harus seminimal mungkin sepanjang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek program JHT. Kelebihan jumlah alokasi dalam instrumen deposito mempunyai risiko perolehan imbal hasil portofolio yang rendah dan cenderung "idle".

Sepanjang tahun 2016 dan 2017, imbal hasil atau yield on investment (YOI) atas pengelolaan dana program JHT masing-masing sebesar 7,19 persen dan 7,83 persen. Walaupun perolehan imbal hasil tersebut lebih kurang 2 persen di atas rata-rata suku bunga deposito bank-bank pemerintah, dengan gambaran kinerja pasar saham sangat bagus serta perolehan imbal hasil surat utang yang lebih besar daripada deposito, ada potensi dan peluang untuk memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi. Pada sisi lain, industri dana pensiun juga masih menerapkan bunga teknis sebesar 8,75 persen, yang berarti harus dapat memperoleh YOI yang lebih besar daripada bunga teknisnya.

Acuan imbal hasil

Selama ini, pengukuran imbal hasil pengembangan dana program JHT biasanya dibandingkan dengan rata-rata suku bunga deposito bank-bank pemerintah pada tahun yang bersangkutan. Dari sisi kepentingan peserta maupun untuk pengembangan total dana program JHT, maka standar pengukuran kinerja imbal hasil investasi tersebut kurang optimal.

Instrumen deposito lebih identik dengan instrumen yang cocok untuk investor individu, yang sering kali menjadi investor pasif. Dengan jumlah dana yang sangat besar, pengelolaan dana program JHT punya daya tawar yang sangat besar untuk memperoleh peluang-peluang investasi dengan potensi imbal hasil yang lebih besar di pasar uang. Selain itu, dengan kapasitas dan kekuatan dananya yang sangat besar, BPJS Ketenagakerjaan punya peluang untuk menjadi pemimpin di pasar modal sehingga lebih mampu untuk memanfaatkan peluang-peluang besar yang ada dibandingkan dengan para pelaku investasi lainnya.

Dalam upaya untuk lebih mengoptimalkan perolehan imbal hasil pengelolaan dana, yang pada akhirnya bertujuan untuk memberikan nilai manfaat program JHT yang lebih baik kepada para pesertanya, target perolehan imbal hasilnya bukan lagi didasarkan pada instrumen deposito, melainkan pada imbal hasil surat utang. Selain didasarkan pada kondisi portofolio yang memang menjadikan surat utang sebagai penopang utamanya, juga karena adanya tuntutan untuk menjadi investor aktif.

Dalam hal ini imbal hasil SBN acuan yang paling layak untuk dijadikan sebagai tolok ukurnya dengan target margin minimal antara 1,5 persen dan 2 persen di atas imbal hasil SBN dengan masa jatuh tempo 15 tahun maupun SBN 20 tahun. Sebagai ilustrasi, imbal hasil SBN 15 tahun dan SBN 20 tahun pada bulan Desember 2017 masing-masing sebesar 6,926 persen dan 7,06 persen.

Taufik Hidayat