Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 14 Februari 2018

Surat Pembaca: Nasib Benih Lobster Kita//Strategi ”72 Jam” Tolak Komplain (Kompas)


Nasib Benih Lobster Kita

Terpancing berita Kompas, 7 Februari, mengenai usaha penyelundupan benih lobster kita ke luar negeri yang akhir-akhir ini makin marak, tetapi dapat digagalkan, saya teringat akan kegiatan peneliti budidaya laut untuk menghasilkan teknologi pembenihan ikan atau biota laut lainnya, termasuk lobster.

Sampai saya pensiun pada 2004, pembenihan lobster boleh dibilang belum tuntas berhasil, apalagi dalam skala komersial, dibandingkan dengan jenis-jenis udang, jenis-jenis kerapu, apalagi ikan bandeng. Saya yakin para peneliti perikanan tahu bahwa teknologi pembesaran ikan atau biota laut lain tak terlalu sulit penelitiannya jika dibandingkan dengan memperoleh teknologi pembenihannya. Mengapa pula para pengusaha perikanan kita tak tertarik membesarkan benih lobster tadi sebelum diekspor seperti yang dilakukan Vietnam? Jangan-jangan alih teknologi hasil penelitian dari peneliti kepada penyuluh sampai kepada pengusaha kurang lancar.

Karena benih alam lobster cukup banyak diperoleh dan bernilai jual tinggi, apalagi setelah mencapai ukuran konsumsi (terbukti banyak yang berusaha menyelundupkannya ke luar negeri), marilah menjaga stok benih alam lobster dan biota laut lainnya demi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Saya memohon Ibu Susi Pudjiastuti dapat lebih mencambuk para peneliti perikanan akan pentingnya memanfaatkan benih alam lobster dan biota laut lain bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Itu tentu harus ditunjang oleh penelitian lebih intensif mengenai habitat, potensi sumber dayanya, dan penangkapan yang ramah lingkungan.

Tak perlulah kita ke Vietnam belajar mengekspor lobster ukuran konsumsi berharga jual jauh lebih tinggi.

Wardaba Ismail, Jalan Mujair Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Strategi "72 Jam" Tolak Komplain

Pada 24 Januari dini hari, ada notifikasi di ponsel tentang penggunaan paket data saya tinggal 1,9 GB. Saya kaget: dua jam sebelumnya paket data buat nir-4G masih lebih dari 5 GB.

Pagi harinya, saya komplain kepada Telkomsel. Pelayanan pelanggan mencatat masalah saya dan minta menunggu 72 jam untuk menyelesaikannya. Sebelum 72 jam saya pernah menelepon juga menanyakan kemajuan masalah. Saya diminta menunggu.

Setelah tiga hari, saya menelepon lagi. Pelayanan pelanggan mengatakan masalahnya belum lagi diketahui dan minta saya menunggu 72 jam lagi.Itu terus berlangsung hingga saya menelepon lima-enam kali.

Pada 1 Februari sekitar pukul 16.00, saya kembali menelepon Telkomsel. Pelayanan pelanggan (Kamal) bilang masih mencari masalah yang saya hadapi. Saya mulai kesal, bagaimana buruknya pelayanan komplain dari sebuah perusahaan seluler terbesar di Indonesia dengan ribuan pekerja.

Ia hanya meminta maaf dan meminta saya menunggu 72 jam lagi. Di situ kemarahan saya memuncak, berapa kali 72 jam lagi saya harus menunggu, padahal tanggal 5 Februari adalah batas penghitungan pembayaran bulanan.

Pada 2 Februari sekitar pukul 08.00, saya menelepon kembali. Pihak pelayanan pelanggan (Novi) menyatakan masalah telah diketahui, yaitu "lenyapnya" paket internet 3G sebesar 2,7 GB. Ia kembali mengatakan bahwa saya harus menunggu penyelesaian 72 jam. Saya katakan pihak Telkomsel ternyata tidak punya niat baik.

Akibat pengambilan paksa paket data, saya harus membeli lagi paket ekstra. Saya anggap pencurian paket data ini bukan ulah oknum, melainkan institusi Telkomsel karena tak segera memberikan kompensasi kepada pelanggan.

Saat ini, saya dalam dilematis. Kartu AS yang saya gunakan atas bujuk rayu Telkomsel saya konversi menjadi Kartu Halo dan tak mungkin dikembalikan ke kartu prabayar.

Teuku Kemal Fasya, Jalan Banda Aceh-Medan, Gampong Blangpanyang, Lhokseumawe, Aceh

Kompas, 14 Februari 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger