Di Suriah, Turki berhasil menguasai Provinsi Afrin yang juga didominasi warga Kurdi. Amerika Serikat dan Rusia membiarkan Turki menyerbu Afrin sejak akhir Januari 2018 sehingga wajar jika warga Kurdi di Suriah merasa dikhianati dan bertahan tanpa teman. Bahkan, Presiden Suriah Bashar al-Assad pun tak berkutik menghadapi serbuan Turki.
Rabu lalu, sejumlah warga Kurdi yang tinggal di Paris, Perancis, turun ke jalan untuk memprotes hal itu. Mereka menyatakan, warga Kurdi telah membantu Barat untuk memberantas Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). "Sikap diam dunia internasional melengkapi rencana mengerikan Erdogan (Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan)," kata pengunjuk rasa.
Demonstrasi di Paris itu melengkapi kecemasan warga Kurdi di Suriah dan Irak yang terus digempur pasukan Turki. "Afrin adalah contoh realitas politik yang sulit diterima. Negara Barat, khususnya Amerika Serikat, memanfaatkan pasukan Kurdi Suriah untuk perang di darat melawan NIIS. Namun, ternyata Turki sebagai anggota NATO lebih penting daripada Afrin," papar Didier Billion, Wakil Direktur Institute for International and Strategic Relations di Perancis.
Nasib bangsa Kurdi yang sebagian besar kini bermukim di Irak, Iran, Suriah, dan Turki adalah korban Perjanjian Sykes-Picot 1917. Perjanjian ini membagi dua bekas wilayah Kekhalifahan Ottoman, yakni untuk Inggris dan Perancis.
Bangsa Kurdi sudah memiliki persyaratan bagi berdirinya sebuah negara, yakni rakyat, wilayah, dan pemerintahan. Dan, untuk memperjuangkan itu, warga Kurdi yang tinggal di Kurdistan, Irak utara, menggelar referendum akhir September 2017 untuk lepas dari pemerintahan PM Irak Haider al-Abadi. Namun, tidak hanya Irak yang menentang referendum itu. Turki dan Iran pun mengecam pelaksanaan referendum tersebut.
Presiden Assad tak bisa berbuat banyak meskipun negaranya terus diserbu pasukan Turki. Apalagi, dia merasa punya utang budi terhadap Turki. Bersama Rusia, Turki terus menggempur posisi kelompok oposisi hingga pasukan pemerintah berhasil menguasai lebih dari 80 persen wilayah Suriah yang sempat dikuasai NIIS. Rusia pun tidak berbuat banyak menyikapi serangan Turki ke Suriah dan Irak. Bahkan, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rusia dan AS tidak berbuat apa pun kecuali sekadar mengimbau kepada Erdogan untuk menghentikan serangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar